Jakarta – Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay meminta, Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) mengentikan pemberian izin penggunaan darurat (EUA), segala merek vaksin produksi perusahaan farmasi luar negeri.
Permintaan itu menyusul alotnya pemberian Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis II BPOM, kepada kandidat vaksin Nusantara. Yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
‘’Saya minta, setiap vaksin yang datang ke RI ini protokolnya dibuat sama. Tolong itu AstraZeneca jangan pakai dulu. Kalau perlu buang saja itu lalu pulangkan. Walaupun itu vaksin gratis. Karena protokolnya tidak sama dengan kemarin Sinovac itu,’’ cecar Saleh dalam agenda Rapat Kerja bersama Komisi IX yang disiarkan melalui kanal YouTube DPR RI, Rabu (10/3) kemarin.
Saleh menilai, BPOM tidak konsisten dalam memberikan izin penggunaan vaksin. Ia menyoroti vaksin AstraZeneca yang tidak melalui uji klinis di Indonesia namun sukses diloloskan di dalam negeri. Sementara vaksin buatan anak bangsa seperti vaksin Nusantara cenderung dipersulit perizinannya.
Padahal menurutnya, uji klinis dengan populasi luar negeri belum menjamin akan cocok dan aman digunakan untuk populasi Indonesia. Oleh sebab itu, ia meminta agar vaksin produk luar negeri harus melalui uji klinis seperti yang dilakukan Tim peneliti Universitas Padjajaran Bandung yang menyasar 1.620 relawan untuk vaksin asal perusahaan China, Sinovac.
‘’Ini giliran vaksin Nusantara kenapa ini harus begono-begini, sementara pada saat vaksin asing datang ke Indonesia, EUA dipercayakan kepada negara lain,’’ kata dia.
Dalam rapat kerja yang dihadiri Kepala BPOM, Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP., tersebut Komisi IX DPR RI juga mendesak Kemenkes RI dan Badan POM RI, untuk berkoordinasi dengan Kemenristek/BRIN, untuk terus mendukung dan melakukan pendampingan terhadap pengembangan kandidat vaksin merah putih.
Selain itu, Komisi IX juga mendukung percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, sesuai dengan Inpres Nomor 6 Tahun 2016. Termasuk pengembangan kandidat Vaksin Nusantara.
‘’Badan POM RI untuk segera mengeluarkan persetujuan pelaksanaan uji klinis (PPUK) fase 2 bagi kandidat Vaksin Nusantara, agar penelitian ini dapat segera dituntaskan. Selambat-lambatnya tanggal 17 Maret 2021. Jika sampai batas waktu yang ditentukan tidak selesai, Komisi IX DPR RI akan membentuk tim mediasi, untuk menyamakan persepsi dan pemahaman antara Tim Peneliti Vaksin Nusantara dan Badan POM RI,’’ seperti dikutip dari Kesimpulan Rapat Komisi IX DPR RI, yang ditandatangani Ketua Rapat/Ketua Komisi IX DPR RI, Fellr Estelita Runtuwene, SE.
Selain itu, Tim Peneliti Vaksin Nusantara, diminta untuk menyampaikan perkembangan hasil uji klinis fase 1 kepada publik, guna mengindari kesimpangsiuran informasi terkait hasil uji klinik fase 1 kandidat Vaksin Nusantara.
‘’Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, untuk terus memberikan dukungan anggaran kepada penelitian kandidat Vaksin Nusantara,’’ demikian salah satu hasil kesimpulan rapat tersebut.
Sedangkan Kepala BPOM, Penny K. Lukito berulang kali menegaskan, BPOM merupakan lembaga independen dan transparan, yang akan mendukung pengadaan Vaksin Nusantara. Namun Penny juga menekankan, seluruh proses pengembangan vaksin harus lolos tahapan yang berbasis ilmiah.
‘’BPOM akan transparan, kami tidak memiliki kepentingan untuk menutupi apapun. Tapi ini merupakan sebuah proses yang berbasis scientific,’’ jawab Penny. (* rdt)