Surabaya – Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Joko Hermawan menanyakan berapa biaya yang dikeluarkan terdakwa Rendra Kresna (Nomor Perkara 84/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) saat dirinya maju sebaga calon Bupati Malang. Baik saat pendaftaran, penggalangan massa maupun saat kampanye.
“Tim saudara siapa namanya?,” tanya Jaksa Joko Hermawan. “Saudara Anam, Choirul Anam,” jawab Rendra Kresna.
“Pernah Choirul Anam menyampaikan biaya yang sudah dikeluarkan tim saudara dalam Pilkada tersebut?,” lanjut Joko. “Secara garis besar dia melaporkan. Tapi itu bukan wilayah saya,” kata Rendra. “Berapa biaya yang dilaporkan?,” kejar Joko. “Saya lupa,” lanjut Rendra.
“Setelah saudara memenangkan Pilkada Kab Malang, saudara Anam itu juga tidak pernah melaporkan biaya yang sudah dikeluarkan?,” tanya Joko. “Pernah. Tapi lupa saya berapa tepatnya,” kata Rendra.
“Mungkin Rp 1 miliar, Rp 2 miliar, menurut saudara berapa?,” tanya Joko. “Saya kira lebih dari Rp 4 miliar atau Rp 5 miliar,” kata Rendra Kresna.
“Ada juga tim-tim lain yang mendukung kampanye pencalonan saudara?,” tanya Joko. “Ada, jadi begini ya. Saat saya maju Pilkada Kab Malang sebagai calon bupati, banyak kelompok-kelompok masyarakat yang memberikan dukungan. Saya kira lebih dari 20 kelompok,” kata Rendra.
“Apakah saudara Eryk Armando Talla pernah membantu saudara dalam kampanye Pilkada Kab Malang tersebut?,” tanya Jaksa Joko Hermawan. “Ya, seperti sudah saya sampaikan, saudara Eryk ada di tim calon wakil bupati (Cawabup) saya, Akhmad Subhan,” kata Rendra.
“Lalu adakah biaya yang sudah dikeluarkan saudara Eryk dilaporkan ke saudara?” tanya Joko. “Tidak pernah,” tegas Rendra.
“Baik, Pak Rendra. Sekarang tentang DAK (Dana Alokasi Khusus) di Dinas Pendidikan Kab Malang. Saudara pernah mengundang terdakwa Eryk Armando Talla bersama terpidana Ali Murtopo ke rumah pribadi atau pendopo?,” tanya Jaksa Joko. “Kalau mengundang saya tidak pernah. Tapi kalau bertemu, insya Allah pernah,” kata Rendra.
“Pernah melakukan pertemuan dengan Suwandi (Kepala Dinas Pendidikan Kab Malang 2007-2012)?,” tanya Joko. “Dengan saudara Suwandi, justru saya yang berinisiatif. Ini kaitannya dengan DAK Dinas Pendidikan Kab Malang 2010, apakah hangus atau tidak. Dan apakah harus dikerjakan swakelola atau bisa dengan lelang,” kata Rendra.
“Seperti sudah saya sampaikan, tim yang melakukan konsultasi ke Kementerian di Jakarta mendapat jawaban bahwa khusus DAK pendidikan itu tidak hangus. Bisa dilaksanakan tahun anggaran berikutnya, tahun 2011 dan bisa dilakukan secara lelang,” jelas Rendra Kresna.
“Akhirnya DAK itu jadi dilaksanakan?” cecar Joko. “Secara persisnya saya kurang tahu, tapi dari informasi saudara Suwandi jadi dilaksanakan. Karena saya sudah menyerahkan sepenuhnya pada kepala dinasnya,” lanjut Rendra Kresna.
Sidang kasus gratifikasi di Kab Malang tersebut digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (2/3) lalu. Terdakwa Rendra Kresna yang tengah menjalani hukuman pidana dalam kasus pertama, dihadirkan dari Lapas Porong, Sidoarjo ke Pengadilan Tipikor, Surabaya.
Ia memberi keterangan sebagai terdakwa maupun saksi bagi terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby). Sedangan Eryk mengikuti jalannya sidang secara online dari Rutan KPK, Jakarta.
Di awal sidang, terdakwa Rendra Kresna sempat mengungkapkan kekesalannya pada terdakwa Eryk Armando Talla. “Dalam sekian banyak kesimpulan yang disampaikan, saudara Eryk ini seakan akan menjadikan saya sebagai tempat sampah. Selalu bicara atas perintah bupati, untuk kepentingan bupati. Padahal, sebagian besar uang yang dia terima, tidak pernah disampaikan ke saya,” kata Rendra Kresna.
Sebelumnya, Eryk Armando Talla mengungkapkan adanya fee untuk bupati di proyek DAK Dinas Pendidikan Kab Malang. “Dari total nilai proyek, ada jatah untuk bupati yaitu 7,5 persen. Termasuk ada setoran Rp 500 juta di Pringgitan dan dana untuk kegiatan Bina Desa. Semua yang saya lakukan itu sudah sepengetahuan Pak Rendra,” kata terdakwa Eryk Armando Talla. (azt/jan)