Malang – Pengadilan Negeri (PN) Malang menunda pelaksanaan eksekusi pengosongan rumah toko (Ruko) Jalan Galunggung 76 Blok 1, Gadingkasri, Kota Malang. Eksekusi harusnya dilakukan pada Rabu (10/2) lalu. Sesuai penetapan Ketua PN Malang no.14/Pdt.Eks/2020/PN Mlg eksekusi ditangguhkan sambil menunggu hasil klarifikasi tim pemeriksaan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
Humas Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya Guntur Purwanto Joko Lelono menegaskan, tidak ada intervensi dari mereka kepada Pengadilan Negeri Malang tentang penundaan eksekusi lahan ini. Bahkan sesuai undang-undang eksekusi aset atau lahan menjadi kewenangan Ketua Pengadilan Negeri.
“Kalau eksekusi itu kewenangan putusan pengadilan setempat yang melaksanakan ya. Jadi Pengadilan Tinggi tidak pernah akan melakukan intervensi itu, karena di Undang-undang jelas, eksekusi itu kewenangan ketua Pengadilan Negeri, informasi segala macam eksekusi silahkan diminta,” kata Guntur di Malang, Jumat (5/3).
Guntur mengatakan, Pengadilan Tinggi sebagai kawal depan (voorj post) Mahkmah Agung (MA) akan memantau kasus ini berjalan atau tidak. Pengadilan Tinggi juga akan mempertanyakan alasan penundaan eksekusi ke PN Malang. Terutama persoalan apa saja yang menghambat proses eksekusi.
“Ya kalau klarifikasi itu kan kita juga tidak tahu apa yang di klarifikasi PN ke PT. Tetapi sebagai voorj post MA, kita tentu saja akan memantau apakah proses itu berjalan atau tidak. Sebagai voorj post kita tanyakan ada masalah apa sebatas sampai di situ tidak kemudian langsung begini (memutuskan). Karena eksekusi itu kewenangn dari ketua setempat,” papar Guntur.
Guntur mengatakan, tugas Pengadilan Tinggi sebagai ujung tombak Mahkamah Agung hanya sekedar mengetahui proses eksekusi. Apalagi melakukan intervensi penundaan eksekusi bukan tugas utama Pengadilan Tinggi. Karena sudah diatur di undang-undang.
“Oh tidak, dari sisi undang-undangnya kita memang tidak boleh dan dari kasus itu kami tidak melakukan intervensi apapun. Jadi kita sekedar mengetahui prosesnya seperti apa. Tetapi instruksi eksekusi harus berhenti atau jalan, itu tidak akan kami lakukan. Karena itu bukan kewenangan Pengadilan Tinggi,” tutur Guntur.
Humas Pengadilan Negeri Malang, Juanto mengatakan, penundaan eksekusi Ruko di Jalan Galunggung, Kota Malang menunggu perintah dari Pengadilan Tinggi. Juanto menyebut Pengadilan Tinggi masih mempelajari ulang kasus ini meski telah diputuskan inkrah untuk di eksekusi.
“Pada waktu itu ada masalah, entah apa masalahnya. Ketua (PN Malang) di panggil, surat panggilannya 9 Februari. 16 Februari ke PT Surabaya untuk mengklarifikasi dan menjelaskan apa yang harus di eksekusi dan sampai saat ini belum diperintahkan lagi (eksekusi). Jadi menunggu lampu hijau dari PT Surabaya. Jadi di tunda agak lama itu ya kan di pelajari dul u eksekusinya,” ujar Juanto.
Permasalahan ini mencuat sebab Ketua PN Malang menunda tanpa kepastian eksekusi aset di Jalan Galunggung 76 Blok 1, Gadingkasri, Kota Malang. Eksekusi perkara pembagian harta gono gini suami istri, yakni Valentina dan mendiang Hardi Soetanto yang cerai sejak 2012, itu terhenti padahal kasusnya sudah inkrah.
Akhirnya, Lardi sebagai kuasa hukum Hardi Soetanto mengadu ke MA meminta perlindungan hukum serta kepastian hukum. MA melalui surat yang ditandatangani Panitera Ridwan Mansyur menanggapi pengaduan dengan meminta klarifikasi dan penjelasan Ketua PN Malang Nuruli Mahdilis. Terkait hal itu, Ketua PN Malang Nuruli Mahdilis saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (5/3), enggan memberikan keterangan secara detail.
“Itu kemarin kan sudah dijelaskan,” ucapnya sembari menolak menjelaskan secara rinci saat menghadiri kegiatan pembinaan pimpinan Pengadilan Tinggi Surabaya kepada Ketua Pengadilan Negeri se-Jawa Timur tahun 2021 di Hotel Santika Malang.
Sementara kuasa hukum pemenang lelang, Lardi mengaku kecewa dengan keputusan PN Malang dan PT Surabaya. Dia menilai ada hal aneh yang melatarbelakangi penundaan eksekusi. Sebab, penundan eksekusi dilakukan kurang dari 24 jam sebelum jadwal eksekusi dilakukan oleh PN Malang.
Kini dia menuntut keadilan dan kepastian eksekusi lahan. Karena merasa nasib kliennya sebagai pemenang lelang dipermainkan. Lardi melaporkan hal ini kepada Komisi Yudisial RI. Dia juga meminta Ketua PN Malang dan Ketua PT Surabaya menjelaskan alasan penundaan eksekusi.
“Ini kok klarifikasi, dipanggil Pengadilan Tinggi di hari yang sama dengan eksekusi. Saya sampai sekarang tidak tahu ada apa dengan Pengadilan Tinggi. Saya mengadu untuk meminta perlindungan hukum dan kepastian hukum. Apa alasannya ini kalau PN penundaannya apa kalau klarifikasi itu alasannya apa. Dan aku juga sudah memberikan surat pengaduan ke Komisi Yudisial RI, intinya kami menuntut keadilan,” tandas Lardi. (rdt)