Malang – Pada Februari ini terdapat momentum berskala internasional. Yaitu Hari Bahasa Ibu Internasional. Momentum itu dirayakan setiap 21 Februari. Tujuannya, menumbuhkan rasa penghargaan terhadap budaya dan bahasa yang beraneka ragam.
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa mengatakan, keragaman budaya dan bahasa merupakan salah satu nilai lebih yang dimiliki bangsa Indonesia. Setiap suku memiliki ciri dan bahasa yang khas untuk kelompoknya. Di Jatim pun beragam. ‘’Ini satu keragaman yang patut kita jaga, kita lestarikan, dan kita kembangkan,” kata Khofifah.
Masyarakat Jatim di wilayah timur, lanjut Khofifah, dikenal khas dengan bahasa Osing. Ada juga yang menggunakan bahasa Madura. Masih ada lagi, masyarakat Jatim di wilayah barat, logat bahasa hampir sama dengan Jateng. ‘’Ini masih satu provinsi, belum pada provinsi lain. Sungguh ini kekayaan yang luar biasa,”ujarnya.
Khofifah menjelaskan, Hari Bahasa Ibu Internasional berasal dari sejarah penggunaan bahasa di Bangladesh. Kala itu, Bangladesh memperjuangkan penggunaan Bahasa Bengal di wilayahnya. Sebenarnya, bahasa Bengal sudah lama digunakan di daerah itu. Namun, pemerintahan Bengal Barat yang sekarang disebut Pakistan justru menetapkan bahasa Urdu sebagai bahasa resminya.
Protes bermunculan dari berbagai kelompok masyarakat. Alasannya, bahasa Urdu bukan bahasa yang mereka kenal dan mereka gunakan sejak kecil. Pertikaian terjadi pada 21 Februari 1952. Aparat keamanan bentrok dengan para demonstran. Banyak tokoh meninggal akibat pertikaian itu.
Akhirnya, bahasa Bengal menjadi bahasa resmi di Bangladesh. Lalu, momen kericuhan pada 21 Februari itu dijadikan sebagai Hari Gerakan Bahasa. PBB melalui sidiag umum pun menetapkan hari itu sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional.
Khofifah menambahkan, masyarakat Indonesia patut bersyukur dengan keragaman budaya dan logat yang menjadi anugerah dan patut dilestarikan. Khofifah pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap menghargai keragaman budaya dan bahasa yang ada di Indonesia, khususnya Jatim. (azt/ekn)