Malang – Di tengah badai pandemi Covid-19 seperti sekarang, para pelaku usaha mulai menerima kenyataan dampaknya. Kini mereka dihadapkan dalam pilihan apakah harus terus bertahan ditengah ketidakpastian, atau bahkan memilih menyerah dengan menutup bisnis yang dengan susah payah telah dibangunnya.
Mereka yang tetap nekad bertahan, maka tidak ada pilihan selain merekatkan ikat pinggang dengan berbagai efisiensi, dan melakukan berbagai inovasi sebagai langkah untuk meningkatkan penjualan.
Hal ini yang coba dilakukan oleh Ate Rushendi, owner Bubur Ayam Abah Odil yang sudah eksis di Kota Malang sejak tahun 2004 silam. Dia menilai bahwa menutup outlet, apalagi hingga mem-PHK karyawan, bukan cara bijak yang dipilih untuk mengatasi merosotnya omzet.
Dampak pandemi, omzet usahanyamerosot hingga 80 persen. Omzet itu merosot drastis sejak diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dia melihat bahwa dalam berbisnis tidak hanya mencari keuntungan semata. Tetapi mampu membantu perekonomian karyawan adalah sebuah kebahagiaan, sehingga pengaturan jam kerja dan ancaman kerugian untuk menutup biaya oprasional menjadi sebuah raelita yang harus dihadapi.
Ate Rushendi mengatakan, bahwa efek pandemi telah dirasakan oleh semua kalangan usaha. Baik yang besar hingga ke skala mikro (UMKM). Pelaku usaha diharapkan tidak hanya pasrah, berpangku tangan, dan menyerah dengan keadaan.Tetapi mampu beradaptasi dan melihat potensi peluang yang bisa dimaksimalkan dengan berbagai inovasi yang dilakukan.
Ate Rushendi yang biasa akrab disapa abah ini mengaku, dia telah menyiapkan beberapa inovasi selama masa pandemi ini. Seperti menjemput bola pelanggan baru dengan menyiapan 15 armada kendaraan menggunakan boks khusus yang lebih ikonik dan mudah dikenal. Armada-armada itu akan mendatangi kawasan yang belum pernah dijangkau.
Kemudian menambah outlet outlet yang akan stay di beberapa titik keramaian, hingga bekerjasama dengan patner kerja pemilik modal atau tempat usaha untuk membuka cabang baru.
Abah menambahkan, bahwa dia sempat merasakan kekecewaan terhadap pemerintah yang tidak membuat regulasi pro kepada pelaku usaha kecil. Saat ini pendapatan mereka begitu merosot. Bahkan, hanya untuk sekadar bertahan, cukup sulit dirasakan.Tetapi kewajiban yang selama ini mereka lakukan, yaitu pembayaran ke kas pemerintah, tidak mendapatan kelonggaran, seperti keringanan untuk pembayaran pajak penghasilan, pajak reklame, dan pajak-pajak lainnya.
“Sejak ada pembatasan jam malam, bisnis bubur ayam cukup terpukul. Biasanya banyak pelanggan yang datang di jam itu, kini bubur ayam harus tutup lebih awal dari jam oprasional semula. Pemerintah bantulah kami-kami ini, banyak perusahaan kembang kempis”. Tegasnya.
Selain beberapa inovasi penjualan, Bubur Ayam Abah Odil yang merupakan pioner bubur ayam Tasikmalaya, kini memilik 12 outlet atau cabang di Kota Malang. Kini pun terus menambah berbagai aneka menu rekomendasi sebagai pilhan lezat kuliner bersama keluarga dan kerabat, seperti olahan gurih lontong sayur dan bubur ayam geprek bagi yang mengemari makanan pedas.
Bubur ayam Tasikmlaya sendiri, memiiki tekstur yang lebih kental dibandingkan dengan jenis bubur lainnya dan memiliki toping melimpah seperti suwiran ayam serta potongan daging ampela yang cukup gurih. Ini cocok dengan lidah orang Indonesia. Menu rekomendasi yang bisa didapatkan di berbagai cabang bubur ayam Abah Odil, diantaranya, bubur ayam spesial, bubur ayam istimewa, lontong sayur dan nasi uduk ayam goreng, serta lengkap dengan berbagai makanan tambahan seperti sate usus dan ampela. (Zia /ekn)