Malang – Menjadi guru tak melulu di pendidikan formal. Bidang non formal pun bisa ditempuh. Prinsipnya berangkat dari hati dan semangat mentransfer ilmu demi kebaikan dan kemajuan kehidupan masyarakat.
Ini yang dilakukan Dhanar Safitri. Seorang guru SMP PGRI 2 Lawang dan SMPN 1 Lawang. Dia menggemari musik keroncong. Kini membina generasi muda lewat grup band Malang Utara (MU). Lulusan Fakultas Pertanian UB ini, punya basecamp keroncong di Jl Sedap Malam C-16 no 25 Perumahan Bedali Indah Lawang Kabupaten Malang.
Mengembangkan keroncong, baginya penuh tantangan. Apalagi targetnya adalah kalangan milenial. Pasalnya, genre musik ini tidak populer bagi kelompok ini. Namun, bagi Dhanar Safitri justru disinilah letak perjuangan yang menarik hati dan semangatnya.
“Awal mulanya dari almarhum suami saya. Di kampusnya Fakultas Pertanian UB. Ada komunitas keroncong. Saya kemudian bergabung. Saat ada jadwal siaran di RRI, kebetulan UB ndadak gak bisa ngisi. Saya pun disuruh membentuk band keroncong. Namanya Malang Utara, menggantikan UB yang menndadak tidak bisa ngisi. Karena menjaga hubungan baik dengan RRI, sungkan. Jangan sampai kecewa. Setelah beliau wafat, saya lanjutkan sampai sekarang,” terangnya.
“Senior-senior sekarang, lebih mengembangkan regenerasi. Agar remaja mencintai dan melestarikan. Tapi tidak mudah. Butuh pengorbanan waktu, biaya dan pikiran. Banyak yang bisa. Tapi punya keinginan membimbing dan meluangkan waktu, itu jarang,” lanjutnya. Kali pertama dibentuk komunitas keroncong tahun 2006
“Regenerasi baru mulai tahun 2013. Lahirlah, Chromatik Band. Dulu anak SMP, sekarang sudah SMA dan kiblatnya MU generasi pertama. Sudah pernah juara juga. MU terkenal dengan genre keroncong jazz. Warna musiknya cenderung ke sana. Musik universal semua suka. Selalu diskusi tentang warna musik,” jelas Dhanar.
MU pernah diundang sebagai pembuka event Malang Jazz Festival. Saat itu ada Trio Lestari dan Tri Utami. Chromatik pernah menjuarai Festival Keroncong Nasional di Unesa Surabaya meraih Juara Harapan II tahun 2020.
“Kalau yang Anesa (Anak SMPN 1 Malang.red) satu-satunya sekolah SMP yang punya ekskul keroncong di Malang Raya. Biasanya main di RRI, TVRI, acara wedding, tentunya di acara sekolah juga,” tukasnya, yang mempunyai rencana dan harapan memajukan keroncong.
“Saya ingin remaja milenial bisa menggemari dan melestarikan musik budaya bangsa, di tengah gencarnya musik asing masuk Indonesia. Kalau bukan kita, siapa lagi. Agar mereka mencintai keroncong, berilah kebebasan berinovasi aransemen. Tapi dengan tidak menghilangkan keroncong asli, langgam dan stambul,” urai Dhanar.
“Harapan saya, semakin banyak remaja yang menyukai. Sekolah, lembaga atau hotel juga membuka peluang bagi musik keroncong. Diberi tempat atau wadah. Agar tidak hanya band saja yang ditampilkan,” harapnya.
“Semoga makin banyak remaja yang menggemari keroncong. Karena kita tahu, banyak sekali gempuran berbagai musik dari luar Indonesia. Jadi kalau kita tidak menyukai musik bangsa kita sendiri, ya siap-siap aja diambil negara lain. Wong budaya kita banyak kok. Malah menyukai budaya luar. Ini membutuhkan dukungan berbagai pihak. Dari orang tua maupun dinas terkait,” pungkasnya. (*jan)