Jakarta – Pemerintah terus melakukan berbagai cara, sebagai upaya pengendalian pandemi Covid-19. Salah satunya dengan mengimbau masyarakat, untuk patuh protokol kesehatan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan dan Menjaga jarak). Ditambah dengan melakukan 3T (Testing, Tracing, dan Treatment).
Intervensi kesehatan untuk mempercepat pengendalian, juga diupayakan melalui vaksinasi. Demi mencapai kekebalan kelompok. Target sasarannya 181,5 juta penduduk.
‘’Kita cukup bahagia, hari ini (kemarin, Red.) kita bisa memvaksinasi tenaga kesehatan sampai 1 juta lebih. Untuk menekan pandemi Covid-19 pemerintah tidak hanya menghimbau melalui penegakan disiplin 3M. Namun juga memperkuat 3T,’’ terang dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Juru Bicara Pemerintah untuk Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Lebih lanjut lagi, dr. Siti Nadia menjelaskan, saat ini Indonesia sudah punya 630 laboratorium pemeriksa tes PCR. Meski belum bisa merata di seluruh Indonesia.
‘’Sehingga kita harus meningkatkan tes kita. WHO sendiri sudah merekomendasikan screening menggunakan tes rapid Antigen untuk mendiagnosa Covid-19,’’ tegasnya.
Lebih jauh lagi, dr. Syahrizal Syarif, MPH, Ph.D., ahli epidemiologi FKM UI menjelaskan, tes rapid antigen memang disetujui WHO. Sebagai alat diagnosis dalam keadaan tertentu. Sensitivitasnya juga di atas 80 persen dan spesifitas di atas 97 persen.
Semua itu, kata dia, adalah terobosan yang dilakukan Kemenkes. Karena tujuan penggunaan tes rapid antigen ini, membantu secara cepat mendeteksi penularan. Dengan begitu, pemerintah bisa dengan cepat menelusuri kontak-kontak pasien.
‘’Sehingga kasus bisa ditemukan lebih dini. Penanganan juga dilakukan lebih dini. Dengan rapid antigen ini. apabila hasilnya positif, seharusnya sudah bisa melakukan isolasi mandiri. Sambil menunggu hasil tes PCR,’’ ujar dr. Siti Nadia.
Pernyataan ini didukung pula oleh, dr. Syahrizal. ‘’Saya mendukung langkah pemerintah memberlakukan tes rapid antigen sebagai alat diagnostik. Situasi ini memang akan meningkatkan laporan kasus. Namun seperti kata Menteri Kesehatan, kita jangan panik kasus harian kita nanti meningkat,’’ tambahnya.
‘’Strategi melakukan tes dengan lebih cepat itu sangat bagus. Karena kalau tidak menemukan kasus secepat mungkin, wabah tidak cepat bisa dikendalikan. Kuncinya bukan sekadar puskesmas memiliki tes rapid antigen. Tapi bagaimana puskesmas juga mampu menelusuri kontak dengan baik,’’ kata dr. Syahrizal.
‘’Di sisi lain, dalam proses pelacakan kasus, kita sangat membutuhkan kerjasama dengan masyarakat. Karena masyarakat diminta mengingat. Siapa saja orang yang pernah kontak dengan dirinya. Tentu keterbukaan masyarakat juga diperlukan, saat pernah melakukan kontak dengan pasien positif. Agar mau melakukan tes,’’ tambah dr. Siti Nadia
‘’Sebenarnya 3M dan 3T ini saling berhubungan dan berkesinambungan. Maka 3M dan 3T serta vaksinasi ini harus dilakukan bersama,’’ katanya.
Menyambung imbauan tersebut, dr. Syahrizal berpesan, dalam situasi seperti ini, masyarakat tetap harus mengikuti protokol 3M. Terutama untuk kerumunan penting sekali kita hindari.
‘’Pemerintah kita tentunya memperkuat 3T, selain kita juga harus mengikuti langkah-langkah pemerintah terutama pada saatnya nanti, masyarakat harus siap vaksinasi,’’ tutupnya. (* rdt)