Malang – Pandemi covid belum usai. Belakangan Malang Raya diterjang cuaca ekstrim. Lengkap sudah kendala dihadapi sejumlah nelayan Kab Malang.
Mereka pun memilih tidak melaut. Sementara beralih bertani. Mengolah tanah sendiri atau menjadi buruh tani.
Sejumlah nelayan di Pantai Tamban mengaku saat ini mengalami krisis pendapatan. Lantaran sejak Januari, mereka tak melaut. Dampak curah hujan tinggi disertai angin kencang.
“Kondisi nelayan sekarang laip (paceklik.red). Tidak bisa melaut sejak awal bulan lalu hingga sekarang. Hanya di pinggir, tidak bisa ke tengah. Ya curah hujan, angin besar dan gelombang tinggi,” ujar Koordinator Nelayan Pantai Tamban, Budi Hari.
Gelombang mencapai 5 hingga 7 meter. Ini membuat para nelayan tidak berani melaut, lebih dua mil dari bibir pantai. Belum lagi angin yang berhembus kencang.
“Musim begini, kami pilih menanam padi dan lainnya. Ada yang jadi buruh tani. Kalau melaut hanya dapat ikan kembung, ikan tongkol kecil. Itu saja tidak banyak. Kalau ikan tuna tidak ada. Tidak berani mencari tuna di tengah,” imbuh dia.
Memang masih ada ikan tuna di tempat pelelangan ikan (TPI) Sendangbiru. Tapi, kata Budi, itu hasil tangkapan sebelumnya.
Selama ini disimpan di cold storage. Dikeluarkan saat hasil tangkapan sepi, agar kebutuhan ikan bisa tercukupi.
Kondisi cuaca ekstrim seperti ini, disebut nelayan sebagai musim baratan. Berlangsung hingga akhir Februari. Kondisi ini, juga dialami nelayan di Pantai Sendangbiru, Sumbermanjing Wetan. (riz/jan)