Hari ini (8/2), batas akhir Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) jilid kedua. Dilanjutkan dengan PPKM Mikro. Yang tetap diberlakukan untuk beberapa wilayah terpilih. Salah satunya di Malang Raya.
Namun demikian, bukan lantas diberlakukannya PPKM tersebut, harus mematikan kegiatan perekonomian masyarakat. Bahkan sejak awal, saat PSBB maupun PPKM diberlakukan, kondisi perekonomian Indonesia masih mampu bertahan. Meski angka Covid-19 juga terus bertambah.
‘’Pendekatan (PPKM) mikro itu yang dimaksudkan adalah dengan menggalakkan 3T. Testing, Tracing dan Treatment. Sampai di wilayah paling rendah. Di level RT dan RW. Karena mereka yang paling tahu kondisi di daerahnya. Aktivitas itu, juga jangan sampai mematikan perekonomian masyarakat,’’ ujar Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Prof. Muhajir Effendy.
Mantan Rektor Universitas Muhamadiyah Malang ini menyampaikan hal tersebut, saat menjadi keynote speaker dalam Webinar yang digelar PWI Malang Raya.
Kata Muhajir, Malang Raya sendiri sudah memiliki pengalaman untuk penerapan PPKM skala mikro tersebut. Sekalipun dengan istilah yang berbeda. Namun pada kenyataannya, konsep penerapannya sama.
Dia lantas mencontohkan klaster Pondok Pesantren Al Izzah Kota Batu, pada Agustus 2020 lalu. Ketika 31 orang terkonfirmasi positif Covid-19, dari hasil swab test. Mereka terdiri dari santri, pegawai dan pengelola pondok.
‘’Ketika itu langsung dilakukan lokalisir wilayah. Semuanya ditutup dan tidak boleh kemana-mana. Langsung dilakukan testing. Setelah ketemu yang positif, terus di tracing. Kemudian dilakukan treatment. Alhamdulillah berhasil. Tidak sampai melebar kemana-mana,’’ imbuh Muhajir.
Hal itu bisa dilakukan, kata dia, karena melibat masyarakat. Termasuk pengelola dan pemerintah setempat. Mereka yang paling tahu kondisi setempat. Datanya juga valid, lantaran dialami sendiri oleh masyarakat.
‘’Itu yang disebut pendekatan mikro. Mereka bisa melacak sampai sangat detail. Untuk kemudian dikonstruksikan agar bisa ditangani. Yang sehat, dipisahkan dari yang terinfeksi. Sampai menunggu masa inkubasi. Kemudian yang diisolasi, akan menjadi tanggungan masyarakat setempat. Akhirnya muncullah sebutan desa tangguh,’’ imbuh mantan wartawan ini.
Karena itulah, Muhajir juga kurang sependapat, ketika penanganan Covid-19, hanya untuk wilayah-wilayah tertentu. Meski dia mengakui, ada perbedaan persepsi di tengah masyarakat, ketika PPKM hanya diberlakukan untuk wilayah tertentu.
‘’Kenapa PPKM hanya untuk Jawa – Bali, misalnya. Itu hanya untuk skala prioritas penanganan. Tetapi bukan lantas, wilayah yang lain juga tidak diperhatikan dan ditangani. Semuanya tetap harus diselesaikan. Karena persoalan Covid-19, tidak bisa hanya ditangani untuk wilayah tertentu saja,’’ tambahnya.
Muhajir juga sepakat dengan kebijakan yang diterapkan masing-masing daerah. Terkait penerapan PPKM yang dimodivikasi. Karena para pimpinan daerah, dianggap paling mengerti terhadap wilayah masing-masing.
Dicontohkan ketika Wali Kota Malang, Drs H Sutiaji, mengubah jam operasional saat malam hari. Dari yang ditetapkan pukul 19.00 WIB, diubah menjadi pukul 20.00 WIB. Termasuk dengan tidak melarang PKL dan pengusaha kecil, menutup dagangannya pukul 20.00 WIB. Tapi memberikan kelonggaran hingga 24.00, dengan berbagai catatan.
‘’Itu sudah betul, Pak Wali. Karena memang yang paling tahu daerah itu, ya masyarakat setempat. Termasuk pimpinannya. Saya yakin, pemerintah daerah di Malang Raya, akan siap menghadapi PPKM. Apapun bentuknya. Karena sudah punya pengalaman dan teruji,’’ demikian Muhajir. (* rdt)