Malang – USAID – Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH) Plus menggandeng Yayasan Lingkungan Hidup Seloliman (YLHS) mengkaji Kerentanan Mata Air dan Rencana Aksi (KKMA-RA) Mata Air Clumprit Lowokwaru. Hasilnya diserahkan Walikota Malang Sutiaji, Senin (8/2).
Ini mendukung pemerintah membuat kebijakan menangani persoalan ketersediaan air dan sanitasi. Salah satunya, pentingnya sumur resapan. Debit mata air Clumprit merupakan salah satu sumber ketersediaan air di Kota Malang. Saat ini tengah kritis. Penurunan debit sebanyak 2,3 liter/detik di tiap tahun.
“Terima kasih. Kami diberi bantuan cara mengatasi ketersediaan air bersih. Ini sesuai dengan komitmen dan konsistensi RPJM Daerah. Kajian ini kami gunakan membuat kebijakan-kebijakan ke depan,” tutur Sutiaji mengapresiasi.
Menurut Sutiaji, sumur resapan menjadi jalan keluar menyerap limpasan air hujan serta menjamin ketersediaan air. Juga mampu mengurangi titik banjir. Ini telah menjadi proritas dan komitmen bersama menjaga lingkungan di setiap kelurahan.
“Saya minta konsentrasinya di sumur resapan. Saya minta, per kelurahan minimal 10 sumur resapan. Agar ketersediaan air makin bagus,” pungkasnya.
Serah-terima diakhiri penandatanganan dokumen KKMA-RA oleh Walikota Sutiaji. Disaksikan Sekretaris Daerah dan Kepala Bappeda, juga perwakilan dari IUWASH Plus dan YLHS di Ruang Rapat Walikota Malang.
Ketua YLHS, Suroso menyatakan membangun sumur resapan menjadi penting. Solusi meningkatkan debit ketersediaan air. Idealnya dibutuhkan 1.400 sumur resapan. Agar debit air di Clumprit meningkat. IUWASH Plus dan YLHS juga memaparkan percontohan 15 sumur resapan yang telah digarapnya di Kabupaten Malang. (ryn/jan)