
Balita kurang gizi (stunting) di Malang Raya ternyata masih banyak. Di Kota ada 5.701 anak. Kabupaten 13.000 anak dan Kota Batu 1.418 anak (Data 2020).
Stunting memang cukup erat dengan pemenuhan gizi. Mulai dari pemenuhan gizi saat ibu hamil, pola asuh yang kurang efektif, pola makan anak yang kurang tepat, gangguan mental, hipertensi pada ibu sampai buruknya akses sanitasi. Stunting juga tidak dapat dipisahkan dari kemiskinan.
Indikator stunting tidak hanya terlihat dari tinggi badan anak. Pertumbuhannya tidak normal dan badannya kurus. Ada lagi, yaitu penurunan kecerdasan dan sistem imun.
Berbagai upaya pun telah dilakukan tiga daerah di Malang Raya. Mulai penyuluhan ke masyarakat tentang pemenuhan gizi sampai penganggaran khusus bagi pemenuhan suplemen gizi ibu hamil dan balita. Dinkes Kota Batu misalnya, menganggarkan Rp 705 juta untuk pemenuhan suplemen gizi berupa biskuit untuk balita yang masuk dalam kategori bawah garis merah (BGM).
Di Kabupaten Malang, juga berupaya terus menekan angka stunting. Tahun 2021 ini, pemkab memprogramkan sebanyak 32 desa menjadi prioritas pencegahan stunting. Kepala Bappeda Kabupaten Malang, Tomie Herawanto, telah meneken SK No 050/8102/KEP/35.07.202/2020 tentang Penetapan Desa Prioritas Pencegahan Stunting itu.
“Semua akan kita perbaiki dan kita evaluasi kembali. Semoga mampu menekan angka stunting,” ujarnya.
Wali Kota Malang Sutiaji memastikan, stunting di wilayahnya bisa terkendali. ”Beberapa waktu lalu ada webinar tentang stunting, tetapi Kota Malang tak diundang. Itu kan berarti Kota Malang bukan prioritas utama,” kata Sutiaji. (Eka Nurcahyo)