Malang – Untuk apa fee yang dikumpulkan terdakwa Eryk Armando Talla terungkap. Dipakai juga untuk membiayai sejumlah program pendukung Rendra Kresna, yang saat itu menjabat sebagai Bupati Malang.
Termasuk kucuran fee sebesar Rp 450 juta. Dipakai membiayai program Bedah Rumah alias plesterisasi puluhan rumah di Kabupaten Malang.
Hal itu disampaikan saksi Andinata Elianda, koordinator program Bedah Rumah. Ia juga adik Eryk Armando Talla.
Andinata memberikan kesaksian tersebut dalam sidang kasus gratifikasi Dinas Pendidikan (Dindik) Kab Malang, Selasa (2/2). Sidang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya.
“Bagaimana saudara mendapat pekerjaan di Kabupaten Malang?,” tanya JPU KPK Eva Yustisiana.
“Saya disuruh menjabat sebagai direktur. Perusahaan itu, Mas Eryk (terdakwa Eryk Armando Talla.red) yang pinjam bendera. Proses selanjutnya saya tidak tahu. Yang mengatur semuanya Mas Eryk. Saya cuma disuruh tanda tangan, diberi uang dan berangkat ke lokasi sebagai koordinator,” kata Andinata.
“Pekerjaan tersebut masih berkaitan dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Malang?,” tanya Eva.
“Bukan. Ini program bedah rumah. Plesterisasi. Dana awalnya Rp 15 juta untuk 10 sampai 12 rumah. Kira-kira Rp 1,5 juta per rumah. Dikerjakan dalam waktu sekitar dua tahun,” kata Andinata.
“Berapa total anggaran yang dipakai untuk program bedah rumah tersebut?,” kejar Jaksa Eva.
“Total selama dua tahun saya diberi uang oleh Mas Eryk Rp 450 juta untuk plesterisasi tersebut. Saya mengkoordinasi tukang dan para pemuda yang mengerjakan bedah rumah itu. Bersama Pungki, teman Mas Eryk,” lanjut Andinata.
“Jadi, bedah rumah ini program untuk kepentingan Rendra Kresna waktu jadi Bupati Malang. Dibiayai oleh Eryk Armando Talla,” tegas Eva.
“Ya, programnya Pak Rendra. Karena waktu peresmian bedah rumah itu, yang meresmikan juga Pak Rendra Kresna,” kata Andinata.
Lebih lanjut, ia menceritakan awalnya bisa mendapatkan pekerjaan tersebut. “Saya diposisikan sebagai direktur. Perusahaannya pinjam bendera. Pak Eryk yang tahu. Ini karena akan ada pekerjaan maka didirikan CV. Saya tidak mengetahui prosesnya. Cuma disuruh tanda tangan. Proyeknya program plesterisasi. Program Bedah Rumah,” katanya.
“Kebetulan Mas Eryk sering ngobrol. Ada program bina desa. Saya disuruh menbantu. Disuruh mengawasi sebagai koordinator. Waktu itu saya yang ditunjuk mencari rumah-rumah yang perlu direnovasi. Diplesterisasi,” kata Andinata.
“Selain saudara, siapa lagi koordinator program Bedah Rumah itu,” tanya Jaksa Eva.
“Setahu saya untuk bedah rumah, tidak ada koordinator yang lain. Cuma saya,” tegas Andinata.
Sidang kasus gratifikasi ini menjerat terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) dan terdakwa Rendra Kresna (Nomor Perkara 84/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby).
Rendra Kresna didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 6,3 miliar dan Eryk Armando Talla didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 4,8 miliar. (azt/jan)