Jakarta – Satgas Penanganan Covid-19 kembali menegaskan, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), bertujuan menurunkan angka kasus aktif dan meningkatkan angka kesembuhan. Upaya ini pun, diperkuat dengan kebijakan pembentukan Pos Komando (posko). Yang dicanangkan Satgas Penanganan Covid-19.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito menegaskan, esensi PPKM dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dijalankan selama ini, sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam aturan membagi jenis pembatasan menjadi karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit dan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
‘’PPKM mengakomodir. Penerapan kebijakan ke wilayah yang lebih luas, namun spesifik kepada daerah-daerah yang masuk ke dalam pertimbangan khusus. Dengan empat parameter nasional. Langsung di bawah pertanggungjawab pimpinan daerah setempat,’’ ungkapnya dalam keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Istana Kepresidenan Jakarta.
Kebijakan PPKM saat ini, juga diperkuat dengan strategi baru. Dicanangkan oleh Satgas Penanganan Covid-19. Berbentuk Posko atau Pos Komando. Tersebar secara nasional di tingkat desa dan kelurahan.
Posko pada tingkatan ini, kata dia, akan dipimpin oleh kepala desa atau lurah. Beranggotakan unsur pemerintah daerah, TNI, Polri, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pihak lain yang dibutuhkan.
‘’Fungsi prioritas posko, untuk mendorong perubahan perilaku di masyarakat, memberikan layanan di masyarakat, pusat kendali informasi dan menguatkan pelaksanaan upaya 3T (testing, tracing dan treatment) hingga ke tingkat RT dan RW,’’ lanjutnya.
Dengan kebijakan posko tersebut, diharapkan penularan Covid-19 hingga tingkat terkecil, dapat dikendalikan bersama-sama oleh masyarakat. Karena klaster keluarga, masih menjadi sumber penularan yang paling banyak terjadi di masyarakat.
Karenanya penting Satgas Covid-19 dibentuk hingga ke tingkat RT dan RW. Perannya, memantau kasus Covid-19 yang terjadi di pemukiman. Juga memberikan pengawasan pasien yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Sehingga klaster keluarga dapat dicegah.
‘’Posko ini diharapkan menjadi langkah mitigasi, dari kondisi yang sedang dihadapi. Seperi bencana alam banjir dan gempa bumi. Dibutuhkan kolaborasi erat seluruh elemen masyarakat, untuk meringankan beban ganda yang saat ini kita hadapi bersama,’’ katanya.
Nantinya posko-posko ini, akan tersebar secara nasional. Dibentuk serta dikelola oleh Satgas Penanganan Covid-19. Berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Juga mencakup unsur-unsur dari TNI, Polri, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
‘’Fungsi prioritas ialah mendorong perubahan perilaku masyarakat agar patuh pada 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan), memberikan layanan masyarakat, menjadi pusat kendali informasi yang bisa langsung diteruskan ke pemerintah pusat dan menguatkan pelaksaanaan 3T (testing, tracing dan treatment) di desa,’’ kata Prof. Wiku.
Sistem kerja posko adalah kolaborasi. Petugas yang ada di posko, akan melakukan pengawasan. Utamanya implementasi protokol kesehatan. Selain itu, petugas juga membantu upaya tracing (pelacakan) dan memberikan informasi yang dibutuhkan. Untuk masyarakat yang hendak melakukan testing.
‘’Diharapkan petugas di wilayahnya masing-masing, dapat membantu warga yang membutuhkan perawatan. Atau surat rujukan dari tempat pelayanan kesehatan. Seperti puskesmas setempat,’’ pinta Wiku.
Posko pada tingkatan terbawah yaitu desa atau kelurahan, akan dipimpin oleh kepala desa atau lurah. Beranggotakan unsur pemerintah daerah, TNI, Polri, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pihak lain setempat yang dibutuhkan. (rdt)