
ZOOM MEETING: Kepala Kanwil DJBC Jatim 2, Oentarto Wibowo, saat menyampaikan paparannya di hadapan media. Terkait rencana kenaikan cukai yang akan diberlakukan sejak Februari mendatang. (Ra Indrata/DI’s Way Malang Post)
Malang – Pada 2020 lalu, diperkirakan 3,2 juta ABG yang sudah merokok. Atau sekitar 9,1 persen dari jumlah perokok. Mereka berada di rentang usia 10-18 tahun.
Kondisi itu, menjadi salah satu sebab. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), menaikkan tarif cukai rokok. Rata-rata kenaikannya 12,5 persen. Berlaku mulai 1 Februari 2021 mendatang. Sebelumnya di 2020 juga sudah naik. Bahkan mencapai 23 persen.
Kepala Kantor Wilayah DJBC Jatim 2, Oentarto Wibowo, dalam Media Briefing 2021 kemarin, menyampaikan hal itu. Di hadapan puluhan wartawan di Jawa Timur, lewat zoom meeting.
‘’Pertimbangannya ada lima aspek. Kesehatan terkait prevalensi perokok, tenaga kerja di industri hasil tembakau, petani tembakau, peredaran rokok ilegal dan penerimaan. Dari lima
instrumen itu, Pemerintah berupaya menciptakan kebijakan tarif cukai hasil tembakau, yang inklusif,’’ ujar Oentarto.
Dicontohkan, melalui aspek kesehatan, kenaikan tarif akan menaikkan harga jual. Yang akan berdampak pada pengendalian konsumsi rokok. Prevalensi merokok secara umum mencapai 33,8 persen, bisa turun 33,2 persen di tahun2021.
‘’Selain itu, diharapkan pula penurunan prevalensi merokok anak golongan usia 10 hingga 18 tahun. Targetnya turun jadi 8,7 persen di tahun 2021. Dari 9,1 persen di tahun 2020,’’ imbuh Oentarto.
Hanya saja, kenaikan cukai itu untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM). Yang besarannya kenaikkannya juga berbeda. SKM golongan I naik 16,9 persen. Golongan IIA naik 13,8 persen dan 15,4 persen untuk golongan II B.
Sementara jenis Sigaret Putih Mesin (SPM), kenaikannya 18,4 persen untuk golongan I, 16,5 persen untuk golongan II A dan 18,1 persen untuk golongan II B.
‘’Tapi pemerintah tidak menaikkan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT). Pertimbangan situasi pandemi dan serapan tenaga kerja oleh Industri Hasil Tembakau (IHT), menjadi alasan. Apalagi SKT berkontribusi besar, dalam penyerapan tenaga kerja. Jumlahnya mencapai 158.552 orang,’’ kata pria yang pernah bertugas di Aceh ini.
Diakuinya, kenaikan cukai tersebut akan berdampak pada rokok ilegal. Apalagi dalam tiga tahun terakhir, trennya terus meningkat. Tahun 2018 lalu, ditemukan 21 juta batang rokok ilegal. Kemudian naik menjadi 22 juta di tahun 2019. Pada 2020 lalu, sudah menjadi 27 juta rokok ilegal.
Antisipasi pun sudah dilakukan. Salah satunya dengan lebih meningkatkan operasi pemberantasan rokok ilegal. Yang disebut Operasi Gempur. Juga ada operasi patuh cukai. Bahkan disiapkan aplikasi Siroleg (Sistem Informasi Rokok Ilegal). Yang berbasis IT. Setiap orang bisa mengirim laporan terkait rokok ilegal, dengan identitas yang dirahasiakan.
‘’Meski cukai naik, kami tetap optimis bisa menaikkan target pendapatan. Pada tahun 2020, Kanwil DJBC Jatim 2, bisa mengumpulkan Penerimaan Negara sebesar Rp 49,88 trilyun. Dari target Rp 47 triliun. Apalagi kami sangat yakin, pemerintah daerah akan mendukung seluruh upaya kami,’’ sebut pria berkacamata ini.
Di wilayah DJBC Jatim 2 sendiri, pada tahun 2020 telah melakukan penindakan terhadap 27,8 juta batang rokok ilegal dan 427.895 gram tembakau iris (TIS), dengan potensi kerugian negara Rp 13.701.732.114.
Saat ini di wilayah Kanwil DJBC Jatim 2, melayani pemesanan pita cukai dari Pabrik Rokok sebanyak dua pabrik rokok golongan I (SKM), 62 pabrik rokok golongan II (SKM, 5 pabrik rokok golongan II (SPM), 2 pabrik rokok golongan 1 (SKT), 7 pabrik rokok golongan II (SKT) dan 197 pabrik rokok sigaret kretek tangan golongan II. (rdt)