Malang – Bagi penggemar makanan seafood, tidak ada salahnya berhati-hati. Karena pencemaran air sungai semakin hari semakin meningkat. Ini berdasarkan penelitian Ecoton. Kali ini obyek penelitian di sepanjang aliran Bengawan Solo.
Hasil penelitian ini setidaknya bisa menjadi referensi bagi masyarakat luas. Karena polutan air sungai adalah sampah plastik. Faktanya, semua sungai di Jawa Timur termasuk Malang Raya, dikotori sampah. Bahkan banjir di kawasan Jl Sukarno Hatta, Selasa 5 Januari 2021, juga karena sampah yang menyumbat drainase.
Timbunan sampah plastik di sepanjang aliran Bengawan Solo pada musim hujan terbawa ke muara. Mencemari pesisir utara Gresik. Jika tak dikendalikan plastik akan terdegradasi menjadi mikroplastik. Mencemari ikan, kerang dan udang. Mengancam keamanan pangan laut (seafood) yang dihasilkan Gresik.
“Ada tiga bahan berbahaya dalam mikroplastik yang menyebabkan problem reproduksi. Berupa penurunan kualitas sperma manusia dan menapouse dini,” ungkap Eka Chlara Budiarti peneliti Mikroplastik Ecoton. Alumnus Kimia Undip ini, menyarankan mengurangi konsumsi seafood yang terkontaminasi mikroplastik.
Sebanyak 52 % sampah di lautan adalah sampah plastik. Rinciannya (popok bayi 21 %, tas kresek 16 %, bungkus plastik 5 %, botol plastik 1 %, plastic lain seperti styrofoam, tali, senar dll mencapai 9%). Dampaknya, ini menjadi santapan biota laut karena menganggap makanannya.
Grafik 1, menunjukkan: Distribusi mikro plastic dalam ikan dan udang Bengawan Solo- Ujung Pangkah diambil Juli-Agustus 2020 oleh Trash Control Community (TCC) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Delapan jenis ikan dan dua jenis udang yang diamati di sepanjang Bengawan Solo dari Sembayat, Legowo, Tajungsari, Sidayu dan Ujung Pangkah.
Menunjukkan semua contoh ikan dan udang terkontaminasi mikroplastik. Ikan Wader dan Ikan Keeper (ikan karanglaut) memiliki kandungan mikroplastik tertinggi, mencapai 30-52 partikel/individu. Udang Windu dan udang Jerbung mengandung 13-16 partikel/individu. Lebih besar dibandingkan ikan Gabus, Bambangan, Kerapu, Bilis dan Payus yang banyak dikonsumsi masyarakat.
Mikroplastik merupakan serpihan plastic berukuran kecil di bawah 5 mm hingga 1 mm. Berasal dari degradasi plastic ukuran besar (tas kresek, sedotan, tali rafia, senar jaring, botol plastik dan bahan pembungkus makanan dan minuman). Sumber lainnya berasal dari butiran-butiran mikro (mikrobeads) yang ada dalam pasta gigi, shampo, sabun lulur dan kosmetik.
Mikroplastik sangat berbahaya karena mengandung tiga bahan berbahaya dalam proses pembuatannya. Yaitu Bisphenol A (BPA) dalam bungkus makanan berfungsi agar plastic keras. Alkylphenols, digunakan dalam berbagai aplikasi penghilang lemak (degreasers), adhesives, pengemulsi (emulsifiers), kosmetik dan produk-produk perawatan tubuh. Phthalates adalah senyawa aditif membuat plastik menjadi fleksibel.
BPA mempengaruhi tingkat kesuburan dan diasosiasikan dengan disfungsi seksual diantara laki-laki. Juga diasosiasikan dengan kanker payudara, prostat, kanker ovarium dan kanker endometrium. Alkylphenols menyebabkan infertilitas pada laki-laki, jumlah sperma rendah, dan mengganggu perkembangan prostat. Penelitian juga menunjukkan pajanan okupasi yang dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara pada laki-laki dan perempuan. Phthalates menurunkan tingkat testosteron dan estrogen. Meningkatkan gangguan kehamilan dan angka keguguran, anemia, toksemia, preeklampsia, menopause dini
Darurat Seafood Fenomena Nasional
Perairan laut Indonesia, menjadi penyumbang pencemaran plastik di lautan kedua terbesar (3,7 juta ton/tahun) setelah China. Kandungan mikroplastik ikan laut di Gresik terbilang kecil daripada perairan lainnya di Pulau Jawa.
Masih dibawah kontaminasi ikan di wilayah Ciliwung (teluk Jakarta) dan di Sungai Brantas. Namun demikian, diperlukan upaya serius Pemkab Gresik. Untuk mengendalikan jumlah polusi sampah di laut. Caranya, dengan mengontrol sampah dari sungai.
Stop Makan Plastik
Ecoton mendorong kebijakan pemerintah di setiap kabupaten/kota yang dilalui Bengawan Solo. Untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai. Karena selama ini, plastik sekali pakai seperti tas kresek, sachet, styrofoam, sedotan, popok, botol minum. Jumlahnya makin meningkat dan tidak bisa didaur ulang.
“Ditambah lagi, tidak adanya tempat sampah sementara di tiap desa. Ini membuat masyarakat membuang sampahnya ke Bengawan Solo,” ungkap Toni Safrianto, manager Kampanye Ecoton.
Pihaknya mendorong masyarakat mengurangi dan menghentikan pemakaian plastik sekali pakai. Agar sampah plastic tidak membunuh biota laut dan mengganggu kesehatan manusia. (*jan)