1.000 Sapi Bikin Perajin Tempe Sanan Ogah Mogok, Berharap Ada Solusi Harga Kedelai Stabil

Malang – Harga kedelai impor terus meroket sejak dua bulan lalu. Harga ragi pun juga naik. Hal ini membuat beberapa pembuat tempe harus tutup produksi sementara. Terutama yang berskala kecil karena biaya operasional tyang idak mencukupi.
Namun, perajin tempe berskala besar tetap produksi. Meski nilai keuntungan bisa dikatakan sangat tipis. “Untuk keuntungan hampir tidak ada. Namun yang terpenting para pelanggan tak sampai pindah ke tempat lain. Karena itu, kami jalan terus,”kata Aripin, perajin tempe di Kampung Tempe Dusun Karangjambe, Desa Beji, Kota Batu.
Dalam masa sulit ini, Aripin pilih tak menaikkan harga tempe ataupun mengurangi ukuran tempenya. “Harga dan ukurannya masih sama dengan kondisi normal. Yakni Rp 12.500 per kotak. Bahkan kualitasnya juga masih terjaga,” lanjut Aripin yang telah
Keputusan tidak ikut mogok produksi dampak dari meroketnya harga kedelai juga diambil para produsen di kawasan industri tempe Sanan, Kota Malang. Merekatidak mogok produksi. Hanya sejak pandemi Covid-19 Maret 2020, mereka berproduksi seminggu sekali. “Biasanya kami produksi sehari sekali,”kata Ketua Paguyuban Sentra Industri Tempe Sanan, M Arif Sofyan Hadi.
Menurut M Arif Sofyan Hadi, ada sekitar 636 perajin tempe dan keripik tempe di wilayahnya ini kian terpuruk sejak pandemi Covid-19 merebak, Maret 2020 silam. Naiknya harga bahan baku kedelai, beberapa hari terakhir, semakin membuat kondisi semakin terpuruk.
Akibatnya mereka tak berani memproduksi untuk stok dan hanya akan produksi ketika ada pesanan dari pembeli. “Banyak perajin yang libur gara-gara Covid-19.Apalagi sekarang ditambah kedelai naik. Sebagian perajin sekarang hanya nunggu order saja, nggak berani menyetok. Sebagian lainnya masih terus produksi,” jelasnya.
Di sisi lain para perajin tempe di Sentra Industri Tempe Sanan ini memang sengaja tak memilih mogok produksi lantaran limbah tempe bisa dimanfaatkan menjadi makanan sapi. Bahkan, di kawasan Sanan terdapat kurang lebih 1.000 sapi yang diternak. “Limbahnya bisa untuk penggemukan sapi. Limbah kedelai sama kulit. Nanti enam bulan baru bisa dipanen. Kalau kita mogok kan jadi butuh biaya lagi buat pakan ternaknya,” ungkapnya.
Dengan kondisi di Sentra Industri Tempe yang turun drastis ini. mereka berharap mendapat perhatian pemerintah, salah satunya dengan membuat kebijakan agar harga kedelai bisa kembali stabil seperti sebelumnya.”Ya mudah-mudahan ada solusinya. Karena kalau begini harga tempe juga ikut naik, keripik tempe juga kena imbas. Mau jual mahal sulit, pembeli juga nggak ada,” ujarnya.
Chamdani, Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Kota Malang juga ikut berkomentar tentang kenaikan harga kedelai impor itu. Meski begitu, para produsen tetep berproduksi menggunakan kedelai asal Argentina dan AS karena kualitasnya bagus.
Melihat dari kualitas kedelai lokal yang kurang maka produsen lebih memilih kedelai impor. Disisi lain memang petani kedelai sekarang sudah jarang ditemui.“Khusus perajin di Sanan, kebutuhan kedelainya kurang lebih 17,5 ton sampai dengan 20 ton. Tetapi kalau kebutuhan Kota Malang kurang lebih 25 sampai 30 ton,”ungkapnya.
Menyiasati kondisi saat ini, ada perajin yang menaikkan harga ataupun mengurangi ukuran tetapi harga tetap. Beberapa di antara mereka mengecilkan ukuran tempe yang dibuat. Biasanya, para perajin memproduksi tempe dengan lebar 23 cm, panjang 52 cm, dan tebal 6 cm. “Kini, para perajin memproduksi tempe dengan lebar 20 cm, panjang 50 cm dan tebal 4,5 cm,” ujarnya.
Seperti diketahui harga kedelai impor melambung dari kisaran Rp 6.700 per kg menjadi Rp 9.500 per kg, bahkan sudah ada yang tembus Rp 10.000 per kg. Mereka sempat mengeluh, tetapi tetap produksi. Tak ikut mogok produksi seperti daerah lain. Mogok produksi terjadi mulai tanggal 1-3 januari 2021. “Selama pandemi Covid-19 penjualan terus menurun,” kata Dewa, perajin di Sanan.
Kondisi serupa menimpa pelaku usaha kripik tempe asal Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Muji Susanto. Pria yang akrab disapa Ucok ini berharap di tahun 2021 ini Covid-19 bisa mereda. Sehingga ekonomi masyarakat bisa kembali bergairah. Terutama bagi para pelaku UMKM di Kabupaten Malang.(dmp)
>>>>>>Selengkapnya Di Harian DIs Way Malang Post Edisi Rabu (6/1)