Seantero negeri di kagetkan dengan penangkapan dua mentri negara yang lagi- lagi terjerat dalam kasus korupsi. Rasanya negeri ini tidak pernah absen dalam kebiasaan buruk ini. Pertama, KPK berhasil menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan yaitu Edhy Prabowo sebagai tersangka dalam kasus suap pemberikan izin terkait pengeksporan bibit lobster liputan6.com 07/12/20. Kedua, masing seputar tentang korupsi, namun kasus yang kedua benar-benar menggambarkan matinya hati nurani seorang menteri.
Bagaimana mungkin tidak? Di tengah perekonomian yang carut-marut, perusahaan banyak gulung tikar, jutaan pekerja di rumahkan menyebabkan angka pengangguran terus meningkat, kemiskinan dan kelaparan yang tak bisa ditangani. Namun, dengan teganya Menteri Sosial, Juliari P. Batubara yang di telah dipercayakan kepadanya amanah untuk menangani kesejahteraan sosial. Nyatanya melenceng dari tugasnya, pasalnya Menteri Sosial, Juliari P. Batubara di duga mengambil uang bansos penanganan covid-19 sebesar 17M yang akan disalurkan kepada masyarakat yang terdampak covid-19 terkhusus wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangrang dan Bekasi kompas.com 7/12/20.
Padahal, sebelumnya Menteri Sosial, Juliari Batubara sempat penerima penghargaan dengan kategori “sosok Inovatif Peningkatan Kesejahteraan Melalui Program Jaring Pengaman Sosial” dalam penghargaan “Dedikasi dan Pengabdian Tanpa Batas”. Tak lama dikenal menjadi sosok yang inovatif kini Menteri Sosial masuk dalam kategori pejabat yang merendahkan dirinya, demi memuaskan nafsu materi.
Lalu, apa penyebab hilangnya jiwa sosial dan rasa belas kasih terhadap rakyat yang bertahan dimasa-masa sulit ini? sungguh, semua ini berpangkal pada ekonomi kapitalis dan sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang saat ini subur dalam sistem Demokrasi. Efek buruk dari Ekonomi kapitalis sendiri, akan membawa seseorang untuk tidak pernah puas dalam mencari materi yang berujung dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya karna mereka menganggap bahwa kesuksesan dengan banyaknya materi yang dimiliki.
Terbukti, hari ini korupsi seakan tak pernah habis, walaupun di masa-masa pelik sekalipun. Mereka tak peduli dengan penderitaan masyarakat yang sedang bertahan menghadapi badai kehidupan.
Adapun, efek dari sekularisme sendiri ialah, mereka tidak mau menggunakan hukum Allah sebagai pengatur dalam kehidupan. Dengan bangganya memilih hukum yang dibuat manusia. Alhasil, banyak kerusakan yang terjadi, keadilan tidak sepenuhnya di tegakkan, bahkan dengan mudahnya hukum diganti demi kepentingan sekelompok orang.
Lihatlah, hari ini korupsi terus menjamur di tanah air, tersebab tidak ada hukuman yang benar-benar membuat pelaku jerah. Hal ini terjadi karna hukum akan tumpul kepada orang-orang yang memiliki kepentingan.
Lantas, bagaimana agar kasus korupsi benar-benar sedikit dan bahkan mati? Setidaknya ada dua cara, pertama, yaitu dengan membuang sistem Demokrasi, sistem yang melegalkan paham kapitalis dan sekuler tumbuh dan dianut oleh kebanyakan orang.
Kedua, menggantinya dengan sistem islam. Dengan diterapkannya Islam dalam kehidupan akan menuntun masyarakat untuk benar-benar tunduk terhadap perintah dan larangan Allah. Tak hanya itu, masyarakat akan didik mulai dari pemikiran sampai perbuatan dengan tsaqofah islam. Sehingga, mereka paham bahwa materi bukanlah prioritas utama, terbilangnya seseorang sukses dalam kehidupan. Bahkan terjunnya seseorang kedunia politik bukan lagi demi cuan tapi untuk mengurusi dan mengayomi masyarakat dengan sepenuh hati.
Sebagaimana kisah khalifah Umar bin Khattab yang mendapat uang tunjangan dari baitul maal, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga keluarganya. Tersebab khlifah Umar tidak bisa berdagang lagi dikarnakan beliau menjadi pemimpin dan tersibukkan dengan megurusi urusan umat. Setelah sekian lama hidup dengan uang tunjangan itu, para sahabat tersadar bahwa uang tunjangan itu terlalu sedikit dan mereka mengusulkan untuk menambahkan jumlah uang tunjangan. Namun, khalifah Umar bin Khattab marah dan berkata “Rasulullah mencontohkan hidup sederhana dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki demi mendapat akhirat”. Demikianlah, hasil didikan tsaqofah islam, jangankan tega untuk mengambil uang rakyat, ditawarkan fasilitas lebih saja menolak dan memilih hidup sederhana. Sungguh, islam datang dari Sang Maha baik dan Sempurna sehingga wajar akan menghasilkan orang-orang yang berakhlak baik.
Penulis : Enny Wahidah (Alumni Universitas Muhammadiyah Malang)