Malang – Emotional Quotient (EQ) memiliki manfaat yang besar dalam kehidupan. Seseorang yang memiliki EQ tinggi, komunikasi yang dilakukan akan menjadi lebih tepat. Sehingga mengurangi kesalahpahaman.
Penelitian juga menunjukkan. Bahwa orang dengan EQ tinggi memiliki hasil kerja yang lebih baik ketimbang yang lain.
“Itulah mengapa EQ harus diberikan sejak dini lewat interaksi sosial. Sayangnya, banyak orangtua yang overprotektif. Sehingga menghambat peningkatan EQ anak-anaknya,” ujar Dr Hj Diah Karmiyati M.Si.
Materi pentingnya EQ ini, disampaikan Diah dalam Kuliah Ahad Shubuh (KAS) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Dia membahas pentingnya kecerdasan emosional untuk meraih kesuksesan.
Pemaparan diawali dengan menyebutkan beberapa intelegensi yang berperan dalam kesuksesan seseorang. Salah satu di antaranya adalah EQ. Kemampuan yang dimiliki oleh semua manusia dalam mengenali dan mengolah emosinya.
Jika seseorang sudah bisa mengelola emosinya, maka ia juga cenderung bisa mengenali situasi lingkungan sekitarnya. Hal ini membuatnya lebih peka dan menumbuhkan rasa empati yang tinggi.
“Jika sudah muncul rasa tersebut, seseorang akan memiliki motivasi tinggi untuk melakukan yang lebih baik lagi,” ungkapnya lebih lanjut.
Dosen yang juga mengkaji psikologi positif ini, juga menyebutkan. Beberapa ciri orang dengan EQ tinggi.
Bisa dilihat dari perilaku dan sikapnya sehari-hari. Bagaimana cara dia mengendalikan diri dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada.
Selain itu, juga lebih mampu memahami, mempengaruhi serta menenangkan orang di sekitarnya. Diungkapkan, EQ memiliki peran dua kali lipat lebih banyak. Ketimbang intelligence quotient (IQ).
EQ bisa ditingkatkan. Melalui kehidupan sehari-hari. Caranya, belajar berinteraksi dengan orang lain. Memang terdengar sepele. Tapi nyatanya, berkomunikasi dan berinteraksi tidak semudah yang dibayangkan.
Ia juga menganjurkan, para pemuda dan mahasiswa agar berkecimpung dalam organisasi atau komunitas.
“Komunikasi yang terjalin dalam komunitas itu, akan membantu kita mengenali dan mengelola emosi,” jelasnya.
Terakhir, dosen yang berfokus pada psikologi lansia ini berpesan. Agar selalu meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi.
Terlebih lagi di tengah pandemi yang tak tahu kapan akan berakhir. Sudah pasti mempengaruhi emosi setiap orang.
“Ada dua hal yang perlu ditanamkan dalam diri. Pertama adalah menerima. Kemudian bersyukur. Jika sudah melakukannya dengan baik. Kita tentu bisa lebih siap dalam menghadapi situasi pandemi seperti saat ini,” pungkas Diah di akhir materi. (roz/jan)