Jakarta – Proses pengujian keamanan dan efektivitas vaksin Covid-19, sampai saat ini terus dilakukan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), tengah menunggu hasil uji klinik vaksin Covid-19, yang sedang dilakukan tim peneliti di Bandung, bersama Universitas Padjadjaran. Pengujian ini tentunya memiliki standar agar siap digunakan.
‘’Sekarang kita sedang berproses untuk observasi. Nanti tentunya hasil dari observasi ini akan melihat aspek keamanannya. Terutama efektivitasnya. Periodenya 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan. Nah hasil evaluasi tersebut, yang jadi dasar kita menentukan Emergency Use Authorization (EUA). Untuk EUA efikasi boleh cukup 50 persen dan untuk vaksin 70 persen,’’ terang Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP., Kepala Badan POM, dalam keterangan pers juru bicara pemerintah, yang disiarkan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).
Dalam menentukan keamanan dan efektivitas vaksin Covid-19, Badan POM mengikuti standar dan regulasi, yang sudah menjadi komitmen bersama secara internasional. Tentu referensinya adalah WHO dan mereferensi juga ke regulator negara lain. Seperti FDA (Food and Drug Administration) yang proses evaluasinya berkualitas sama baiknya seperti di Indonesia.
‘’Itulah kenapa Badan POM sudah inspeksi bersama tim dari MUI untuk audit halal. Juga bersama Bio Farma dan Kementerian Kesehatan, sudah melakukan inspeksi di Cina kemarin. Kalau di aspek mutu, sudah memenuhi aspek cara produksi obat yang baik. Alhamdulillah, hingga saat ini tidak ada efek samping yang kritikal,’’ tutur Penny Lukito.
Lebih lanjut lagi, Penny Lukito menyampaikan, dari aspek keamanan, vaksin Covid-19 sudah baik. Sekarang tinggal menunggu aspek efektivitas. Dianalisa melalui pengambilan sampel darah dan pengujian di laboratorium. Hasilnya akan diketahui, seberapa besar vaksin tersebut memberikan efektivitas terhadap peningkatan antibodi.
‘’Ada standarnya harus mencapai angka efektivitas tertentu. Sehingga bisa dikatakan, vaksin itu efektif dari segi meningkatkan antibodi. Kemudian juga kemampuannya untuk menetralisir virus yang masuk ke badan kita,’’ lanjutnya.
EUA oleh Badan POM, juga diukur melalui penyuntikan subjek (relawan) yang kedua kalinya. Setelah subjek kembali ke masyarakat, proses evaluasi biasanya dihitung dalam waktu tiga bulan dan enam bulan. Dengan memperhatikan apakah ada kasus yang terjadi.
‘’Kalau untuk EUA, kita bisa lihat dalam waktu tiga bulan. Tapi bisa jadi juga kalau pandeminya sudah tidak terlalu intensif seperti di Cina, itu biasanya akan lebih lama lagi periode evaluasinya,’’ ujar Penny Lukito.
Izin penggunaan darurat di masa pandemi, tambah dia, bukan pertama kali dilakukan. Karena selama krisis pandemi ini, sudah ada beberapa obat yang diberikan izin penggunaan darurat. Yaitu antigen; Favipiravir dan Remdesivir. Dimana antigen atau Favipiravir, untuk kondisi pasien yang ringan sampai sedang. Remdesivir itu untuk pasien yang berat.
‘’Saya yakin dengan komitmen Pemerintah. Untuk hanya memberikan vaksin yang aman, berkhasiat, dan bermutu. Dengan demikian, kita memang harus menunggu dulu sehingga bisa mendapatkan data yang cukup. Badan POM hanya akan memberikan EUA apabila memang data yang dikaitkan dengan keamanan, mutu dan khasiat itu sudah cukup lengkap. Kami tentunya akan menganalisanya bersama para ahli,’’ tutupnya. (rdt)