Jakarta – Tenaga Kesehatan seperti dokter dan perawat, serta aparat kepolisian dan TNI, akan mendapatkan injeksi vaksin Covid-19 terlebih dahulu. Prioritas ini, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, sekaligus mengikuti standar World Health Organization (WHO).
‘’Kami mohon kesabaran seluruh warga Indonesia, karena vaksin datang secara bertahap. Penetapan prioritas ini telah mengikuti standar yang diberikan WHO. Juga melalui ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization/ITAGI) serta mereka yang ahli di bidangnya,’’ ujar Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Airlangga Hartarto di Jakarta, kemarin.
Karena sifatnya bertahap, dengan jangka waktu akhir 2020, di awal 2021 sampai dengan 2022, maka protokol kesehatan harus tetap dilakukan. Yakni menerapkan 3T, Testing, Tracing dan Treatment serta 3M. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, memakai masker serta menjaga jarak.
Saat ini, Pemerintah telah menyiapkan untuk sekitar 65 persen dari total penduduk Indonesia. Yaitu vaksin program sebanyak 32 juta dosis, yang digratiskan melalui iuran BPJS. Serta vaksin mandiri sebanyak 75 juta dosis.
‘’Sebanyak 32 juta dosis disiapkan, untuk yang menerima bantuan iuran BPJS, yang tidak memiliki komorbit dan berusia antara 18-59 tahun. Rentan usia dan kondisi penerima ini, disesuaikan dengan yang mengikuti uji klinis,’’ kata Menteri Perekonomian ini.
Sedangkan untuk vaksin mandiri, Airlangga mengungkapkan, dapat diakses melalui Sektor Industri Padat Karya. Perusahaan menyediakan vaksin untuk karyawannya dan bisa didapat salah satunya melalui BPKS Ketenaga Kerjaan.
‘’Tentunya nanti akan kita dorong lebih luas lagi bagi penerima vaksin. Hal ini harus dilakukan secara bertahap secara melihat efektivitasnya,’’ ujar Airlangga.
Pemerintah Indonesia, telah menyiapkan pengadaan vaksin sejak Maret 2020, melalui pembicaraan dengan Sinovac dan beberapa produsen vaksin lainnya. Dengan Sinovac, Indonesia mendapatkan kesempatan mengikuti uji klinis fase ketiga dan dimulai di Bandung. Indonesia, satu dari lima negara yang mendapatkan kesempatan mengikuti uji klinis fase ketiga. Sekaligus mendapatkan kesempatan akses pertama melakukan pembelian.
‘’Pengirimannya sesuai dengan jadwal. Kemarin kita terima 1,2 juta di bulan Desember dan di tahun depan, ada 1,8 juta dalam bentuk vaksin jadi (suntikan). Kemudian 15 juta vaksin di bulan Desember dalam bentuk bahan baku, yang akan dipelajari Bio Farma dalam melakukan produksi vaksin,’’ katanya.
Dalam tahapan persetujuan BPOM dan mendapatkan fatwa MUI, kata Airlangga, kedua lembaga ini sudah mengirim tim ke Cina. Untuk melihat cara pembuatan vaksin di pabriknya di Cina. Dengan begitu, diharapkan tinggal menunggu konfirmasi, evaluasi dari fase uji klinis ketiga dan data yang diserahkan oleh Sinovac ke BPOM.
Dari evaluasi fase ketiga uji klinis tersebut, Airlangga mengatakan, BPOM juga perlu mendapatkan seluruh informasi yang diperoleh Sinovac di seluruh negara di luar Indonesia, untuk dilakukan perbandingan. Agar meyakinkan bahwa vaksin tersebut, memiliki efektivitas serta melihat aspek keamanan, baku mutu dan prosentase keberhasilannya.
‘’Saat ini mereka menganalisis laporan dan menunggu hasil uji klinis dari di Bandung. Diharapkan ketiga uji klinis ini, sudah didapat datanya pada awal desember dan membutuhkan waktu 1-2 minggu untuk membandingkan data-data dengan negara lain,’’ demikian Airlangga. (rdt)