Malang – Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terbarunya terkait tren persepsi publiktentang korupsi di Indonesia. Berdasarkan survei tersebut, 45,6 persen responden menilai terjadi peningkatan perilaku korupsi di Indonesia dalam 2 tahun terakhir. Penanganan pemerintahan Presiden Joko Widodo terhadap korupsi juga tak mengalami perubahan dan cenderung bertambah buruk.
Data menunjukan, sebanyak 45,6 persen masyarakat menyatakan korupsi meningkat, 23 persen warga mengatakan korupsi menurun, dan sebanyak 30,4 persen menganggap korupsi tidak mengalami perubahan.
“Kalau kita tanya kepada masyarakat dalam 2 tahun terakhir tingkat korupsi itu menurun, meningkat atau tidak mengalami perubahan. Seperti bapak ibu yang bisa dilihat disini, lebih banyak masyarakat bahkan ini hampir 50 persen sebetulnya, itu menyatakan bahwa korupsi itu meningkat,” kata Direktur LSI, Djayadi Hanan, saat konferensi virtual di kanal YouTube LSI, Minggu (6/12).
Djayadi juga memaparkan data kinerja pemerintah dalam mencegah dan menegakkan hukum terhadap pelaku korupsi. Tren penilaian terhadap pencegahan korupsi menurun dari 42,7 persen menjadi 28,3 persen (Desember 2018-Desember 2020). Sedangkan untuk tren penilaian penegakan hukum terhadap pelaku korupsi menurun dari 44,1 persen menjadi 22,2 persen diperiode yang sama.
“Kalau kita perhatian ada penurunan, jumlah masyarakat yang menilai pencegahan korupsi dan penegakan hukum terhadap pelaku korupsi itu semakin baik. Jadi yang menyatakan semakin baik menurun. Dengan kata lain, ada tren negatif dalam evaluasi masyarakat terhadap, mungkin belum tren ya, tapi paling tidak saya bilang ada penurunan, ada persepsi negatif terhadap upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap pelaku korupsi,” jelasnya.
Sementara penilaian terhadap kinerja pemerintah dalam kurun waktu 1 tahun terakhir menunjukan hanya 28 persen masyarakat yang menganggap kinerja pemerintah dalam mencegah korupsi semakin baik. Sedangkan 37 persen masyarakat menganggap pencegahan korupsi tidak mengalami perubahan, dan 26 persen mengatakan semakin buruk.
“Terlihat 28 persen masyarakat yang kita survei, menilai bahwa upaya pencegahan korupsi itu semakin baik. Selebihnya mengaku tidak ada perubahan atau semakin buruk,” imbuhnya.
Pengakan hukum terhadap pelaku korupsi juga menunjukan hal yang hampir sama. Hanya 22 persen masyarakat yang mengatakan kinerja pemerintah semakin baik. Sedangkan 43 persen menganggap tidak mengalami perubahan, dan 27 persen menyatakan semakin buruk.
“Satu lagi upaya menegakkan hukum terhadap pelaku korupsi, dinilai semakin baik oleh 22 persen warga atau responden. Selebihnya menyatakan upaya menegakkan hukum terhadap pelaku korupsi itu tidak mengalami perubahan atau lebih buruk,” kata dia.
Menurut Djayadi, hal Ini merupakan sinyal dari masyarakat yang melihat korupsi semakin parah dalam konteks upaya pencegahan dan penegakan hokum.
Sementara dari sisi lembaga, sebanyak 67% responden mengatakan Presiden adalah lembaga yang paling efektif memberantas korupsi. Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada di peringkat dua yakni 64,7%.. Padahal dua tahun lalu, responden menyatakan kerja komisi antirasuah baik dalam memberantas korupsi masih mencapai 84,9%.
“Ada pandangan KPK dianggap kurang efektif (memberantas korupsi),” kata Djayadi.
Meski begitu, masyarakat masing menganggap KPK paling bertanggung jawab mengatasi masalah korupsi. Sebanyak 83,1% masyarakat menyatakan tulang punggung pemberantasan korupsi berada di tangan KPK.
Survei LSI ini sendiri dilakukan pada 29 November 2020 sampai 3 Desember 2020 dengan melibatkan 2.000 responden. Survei dilakukan dengan wawancara via telepon dengan estimasi margin of error sebesar 2,2 persen. (dtk/anw)
Selengkapnya : http://www.lsi.or.id/riset/450/rilis-survei-nasional-06-Desember-2020