Malang – Jika benar-benar gila, pun siapa tega membiarkan seorang ibu yang sudah sepuh tinggal di luar rumah. Namun, kisah ini sungguh-sungguh terjadi di Kabupaten Malang. Desa Kuwolu, tepatnya. Empat bulan lamanya, sang ibu atau nenek ini menempati mushala milik tetangga. Khujainah, sang tetangga yang iba dan simpati, mengijinkan Surani (60) tidur di sana.
Selama ini, Surani makan dan minum dari makanan berkat atau hajat warga sekitar. Atau sesekali pergi ke rumah keponakannya di seputaran Bululawang. Kisah ini diketahui seorang warga Bululawang. Ia kenal pengacara muda, Prayudha Anggara SH. Mengecek kebenaran informasi. Terlebih ia putra kelahiran Pringu Bululawang.
Benar saja. Yudha, mendapati Surani tinggal di musala. Ia ngobrol sejenak. Lalu mengajaknya ke balai desa, Jumat (20/11/2020) lalu. Niatnya, agar Surani dapat solusi terbaik. Ia pun diajak ngobrol empat mata seorang tokoh. Yiudha sempat heran. Karena Surani dianggap gila. Disebut pernah telanjang di jalanan. Itu diakui beberapa orang. Okelah, Yudha lalu mengantarkan Surani pulang.
Pulang bukan ke rumahnya. Melainkan ke musala di Jl Suropati RT 20 RW 06, dekat Ponpes Maqbul Bululawang. Sementara waktu, kata Yudha. Ia bertanya pada Surani dan dijawab, “Saya tidak gila”. Khujainah juga menyebutnya, tidak gila. Namun terkadang, ia minta tolong ke beberapa orang. Ia mengaku diusir anaknya. Ketika depresi dan stress melanda, ia mungkin kehilangan kendali. Tapi apakah seutuhnya Surani gila?
Yudha memeriksakan kondisi kejiwaan Surani. Akhir November, ia mengajaknya ke RSU Dr Saiful Anwar Malang. Hasilnya keluar Rabu (2/12/2020). Diperiksa ahli kejiwaan, Surani dinyatakan sehat. Jasmani dan rohani. Lalu bagaimana tudingan gila itu? Menurut Yudha, paling utama, nenek ini berhak mendapat kepedulian dan simpati kemanusiaan. Ia berhak pulang. Apalagi, sebagian harta keluarga, dulunya hasil kerja Surani selama jadi buruh migran.
Bayangkan, sejak 1984 silam, Surani bekerja jadi TKW. Arab Saudi, Singapura, Malaysia, Hongkong dan baru 2 tahun lalu pulang. Empat bulan lalu, ia adu mulut dengan anak tunggalnya. “Bertengkar, blek ditendang hampir kena terus dia pergi. Sebenarnya kalau ngusir secara langsung atau lisan, tidak. Tapi, Surani ini tidak dicari atau diminta pulang,” cerita Yudha.
“Hasil kerja dia beli tanah, kirim ya demi keluarga. Suaminya meninggal lama. Baiknya, dicarikan solusi. Dipertemukan, didamaikan, kenapa tidak begitu,” tambah Yudha. Kisah Surani, mungkin bukan kisah satu-satunya. Wartawan DI’s Way Malang Post mencatat, 2015-an. Pernah ada nenek asal Blitar. Tanpa anak ditemukan sakit di tengah sawah Kepanjen.
Kepada perangkat desa yang berhasil menolongnya, ia mengaku dibuang kerabatnya sendiri. Dibonceng, dibawa ke Kepanjen. Ditinggal begitu saja. Entah apa yang terjadi bila ia tidak ditemukan sang pamong. Nasib nenek Blitar ini, tidak seberuntung Surani. Ia masih punya keluarga. Layak mendapat perhatian. Sebab, hal ini bukanlah perkara durhakanya anak semata. Tapi juga keadilan dan kemanusiaan. (san/jan)