Malang – Pembukaan kembali pembelajaran tatap muka, dalam masa pandemi Covid-19, harus dilakukan dengan mengutamakan pencegahan penularan. Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito, hal ini guna mencegah timbulnya klaster baru, yaitu klaster di lingkungan institusi pendidikan.
‘’Untuk menghindari potensi klaster baru di lingkungan institusi pendidikan, maka kegiatan sekolah tatap muka harus mengikuti ketentuan yang disyaratkan,’’ tegas Wiku saat menjawab pertanyaan media, dalam agenda keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Kantor, akhir pekan kemarin.
Ketentuan yang dimaksud, kata Prof Wiku, harus merujuk Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri, terkait penyelenggaraan pembelajaran tatap muka. Untuk sekolah atau institusi pendidikan, sebelum diperbolehkan membuka kegiatan belajar mengajar, harus memenuhi daftar periksa. Yaitu, ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih dan layak, sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau hand sanitizer dan disinfektan. Juga harus mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker, memilki alat pengukur suhu badan atau thermogun . Dan satuan pendidikan, tambah dia, harus memiliki pemetaan seluruh elemen sekolah yang mencakup kondisi kesehatan atau riwayat komorbid, risiko perjalanan pulang pergi termasuk akses transportasi yang aman untuk siswa dan gurunya. Serta riwayat perjalanan dari daerah dan zona risiko tinggi dan kontak erat. Juga pemeriksaan rentang isolasi mandiri, yang harus diselesaikan pada kasus positif Covid-19. Kemudian persetujuan Komite Sekolah atau perwakilan orang tua atau wali.
‘’Semua ini harus dilakukan dengan simulasi yang melibatkan berbagai pihak tingkat daerah, orang tua murid, pihak sekolah dan pemerintah daerah agar akhirnya dicapai suatu kondisi yang ideal untuk sekolah melakukan tatap muka dan bertahap,’’ jelas Wiku.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. SKB ini ditandatangi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri yang diumumkan pada Jumat 20 November 2020 di Jakarta.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menjelaskan, keputusan untuk membuka sekolah tatap muka harus mendapatkan keputusan bersama dari pemerintah daerah, kepala sekolah dan Komite Sekolah.
‘’Komite Sekolah adalah perwakilan orang tua dalam sekolah. Jadinya kuncinya, ada di orang tua. Dimana kalau komite sekolah tidak membolehkan sekolah buka, sekolah itu tidak diperkenankan untuk buka,’’ ujarnya.
Meski demikian, pemerintah daerah memiliki hak untuk membuka sekolah mana yang diizinkan untuk dibuka kembali. Alasan untuk dibukanya kembali sekolah tatap muka, menurut Nadiem karena permintaan dari pemerintah daerah itu sendiri.
Pemerintah daerah yang terdiri dari kecamatan hingga desa, bisa menilai sendiri mana daerah yang aman. Dan juga bagi sebagian masyarakat sangat sulit untuk melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Lalu dari sisi orang tuanya, tidak perlu khawatir ketika sekolah tatap muka dibuka kembali.
Jika orang tua merasa tidak nyaman, sekolah tidak bisa memaksa anaknya masuk ke sekolah. Siswa tersebut bisa melanjutkan belajar melalui PJJ. ‘’Jadi, hybrid model ini akan terus berada. PJJ bukan berarti berakhir,’’ lanjut Nadiem.
Yang harus diketahui juga oleh masyarakat, ketika sekolah kembali dibuka, tidak seperti kondisi sebelum pandemi. Karena kapasitas maksimal dalam satu kelas hanya 50 persen dari total kapasitas. Pihak sekolah juga harus melakukan penjadwalan kegiatan belajar mengajar. (* rdt)