Malang – Da’i dan tokoh milenial NU, KH Miftah Maulana, yang sering disapa Gus Miftah ini, Jum’at (27/11) berada di Kecamatan Lawang Kabupaten Malang. Pada kesempatan ini, Gus Miftah hadir dalam agenda Milenial Sinau Bareng Gus Miftah. Pada pukul 15.00, memberikan tausiyah bertema: Sumbangsih Milenial Merawat Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Bertempat di Griya Bina Lawang.
Sebelumnya, Gus Miftah menyempatkan hadir di kediaman Imawan Mashuri. CEO Arema Media Grup. Tokoh pers nasional ini, cukup lama bersahabat dengan Gus Miftah. Mumpung ada agenda di Lawang, Gus Miftah pun mampir ke rumah sahabatnya. Nampak gayeng mereka mengobrol dan membahas generasi milenial. Khususnya di Malang Raya.
Berikut pesan Gus Miftah melalui Arema Media Grup sebelum menuju ke Griya Bina.
“Ini salah satu solusi bagi temen-temen milenial kawula muda. Bagaimana nantinya teman-teman milenial punya pemahaman kebangsaan yang baik. Maka saya sendiri membuat terobosan dakwah ke kafe-kafe dan warung kopi. Saya mencoba merangkul kawan-kawan milenial untuk memiliki kesadaran berbangsa. Tentunya dengan jalan yang benar. Menanamkan patriotisme kepada kawula muda. Supaya anak-anak generasi hari ini, punya kecintaan terhadap bangsa. Tentunya dengan pemahaman yang benar,” ujarnya kepada Arema Media Grup.
“Nantinya saya akan berbicara tentang plurarisme di Indonesia. Bagaimana kemudian bangsa ini, Allah jadikan bangsa yang luar biasa. Bukan karena persamaannya. Tetapi karena perbedaannya. Satu hal yang perlu diketahui antara Eropa dan Indonesia. Eropa itu satu bangsa berdiri di atas banyak Negara. Sementara Indonesia sebaliknya. Banyak bangsa yang berdiri dalam satu Negara. Maka dari itu, tentu permasalahan jauh lebih banyak. Tetapi kita patut bersyukur karena punya Pancasila. Di dalamnya terdapat Bhinneka Tunggal Ika. Jadi meskipun banyak bangsa dalam satu Negara, kita masih kompak. Nilai-nilai inilah yang harusnya kita pertahankan,” tandasnya.
“Untuk hari ini saya punya dua agenda, yakni sore dan malam. Saya pikir Malang itu ‘kan anak-anak mudanya identik dengan sepak bola. Supporternya kita kenal sebagai Aremania. Nah ini, potensi luar biasa. Bagaimana komunitas ini menjadi komunitas yang baik. Artinya baik itu, ketika orang sudah ngumpul, bisa tidak, kita tidak hanya berbicara soal sepak bola. Tetapi juga tentang agama. Jadi yang muda yang beragama,” harapnya.
“Saya bersyukur karena di instagram itu, kebanyakan yang ngetag dan mention potongan video pengajian saya, malah dari Aremania. Baik tentang kerukunan, tentang quotes-quotes ambyarnya Gus Miftah. Jadi kita berkumpul sama-sama mencintai sepak bola. Tapi di dalamnya, kita bisa melakukan hal-hal lain. Salah satunya ngaji. Maka saya pikir anak-anak muda di Malang ini asyik. Saya punya cita-cita, di Jogja nanti ada acara Orasi (Obrolan Seputar Masalah dan Realita Hati ). Itu bukan ngaji, tapi lebih ke kajian. Jadi semua agama boleh datang. Semua muda-mudi bisa datang, kita ngobrol dan diskusi. Saya ingin punya juga di Malang yang seperti itu,” lanjutnya.
“Saya sampaikan kepada anak-anak milenial. Termasuk teman-teman saya. Ingat, hari ini orang yang salah pergaulan itu, gampang didandani daripada orang yang salah milih pengajian. Kemudian saya berharap. Ketika anda senang dengan agama, jangan sampai salah memilih guru. Apalagi di masa pandemi ini. Kecenderungan rasa ingin tahu soal agama itu tinggi. Karena situasi ini, ada rasa takut meninggal. Lebih ingin mengenal Tuhan itu tinggi. Persoalannya adalah, kadang kita salah milih guru. Maka dari itu, saya sampaikan. Ilmu tanpa guru itu, gurunya adalah setan. Maka dari itu jangan sampai salah milih pengajian. Harapan saya, agar kawula muda ini lebih mengenal rasa nasionalisme. Insyaallah Malang akan menjadi kota dan kabupaten, yang anak mudanya cinta dengan kebangsaan,” pungkasnya. (ryn/jan)