Malang – Masih tercatat prestasi Polres Malang menindak penangkap baby lobster di luar ukuran sepanjang tahun 2016 – 2017. Kala itu, polisi berkali-kali meringkus pelaku.
Memang kala itu, sangat ketat aturannya. Polisi boleh menindak pengelola benur (anak udang/lobster) yang tak sesuai ukuran. Regulasinya adalah UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Jo UU Nomor 45 Tahun 2009 dan Permen KP No 56/ 2016. Regulasi ini mengatur lobster (Panulirus spp) yang boleh ditangkap minimal berukuran 8 cm/200 gram.
Permen ini kemudian diperbaru sejak KPP dijabat Menteri Edhy Prabowo. Ukuran lobster yang boleh ditangkap berubah menjadi minimal 6 cm/150 gram. Ukuran ini kemudian berdampak pada kebijakan ekspor benur.
Dulu, aturan ketat ukuran benur menjadi polemik dan dianggap merugikan para pengusaha serta nelayan. Namun, di beberapa mata pemerhati lingkungan dan ekosistem laut, justru aturan di masa menteri Susi ini didukung kuat.
Soal ukuran, benarkah para penangkap lobster memahami? Faktanya, masih ada segelintir pencari benur di Malang Selatan yang menangkapnya. Sebenarnya, KPP telah menyebarkan SE No 12/Permen-KP/2020 Tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.). Salah satu isinya disebut ukuran benur dan syarat-syaratnya.
Dalam pasal 3 Permen KP 12/2020 dijelaskan, ukuran benur yang boleh ditangkap serta dengan catatan tidak dalam masa bertelur. Secara detail juga dipaparkan ukuran karapas dan lainnya. Juga dijelaskan pula tentang daerah tangkapan dan alat tangkap.
Secara khusus, penangkapan hanya dapat dilakukan dengan ketentuan, (a) tidak dalam kondisi bertelur; dan (b) ukuran panjang karapas di atas 8 cm atau berat di atas 200 gram per ekor.
Apakah nelayan atau pencari benur mengetahuinya?Informan DI’sWay Malang Post, sebut saja Samudera mengungkap samar. Sebab, ia enggan mendekati langsung hasil perolehan penangkap benur. Setahunya, benur itu lobster kecil. “Benur itu ya lobster yang paling kecil Pak,” ungkapnya.
Lalu apakah dibudidayakan di Malang Selatan? Sumber DI’sWay menyebut tidak adanya kolam khusus budi daya lobster. “Setahu saya langsung dikirim Pak. Kemana saya tidak tahu. Mahal memang tetapi saya tidak ikut nyari,” ungkap Samudera–nama samaran.
Ya, soal budidaya benur memang tidak diperbolehkan sesuai Permen terbaru. Seperti tercantun dalam pasal 7 bahwa setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budi daya.
Lalu apakah ia terganggu jika ada orang mencari benur, Samudera menjawab sangat terganggu. Yang jelas, Samudera merupakan nelayan tradisional yang cukup menerima manfaat aturan lawas. Di sepanjang tahun 2016 – 2017 pun jadi kenangan.
Pihak kepolisian sejak Permen KP No 56/2016 beredar waktu itu, kemudian gencar memonitoring, menindak bahkan menggagalkan persoalan benur yang akan dikirim ke Jakarta. Diduga akan diekspor. Jumlahnya puluhan ribu benur dengan nilai miliran rupiah.
Bahkan, pernah Polsek Poncokusumo menemukan lokasi budidaya benur di rumah salah satu warga. Pasokannya dari pantai Pacitan. Ukuran benur waktu itu 2- 3 cm. Praktis, pengusaha benur yang melanggar aturan kala itu ditindak petugas.
“Sejak Permen Kelautan dan Perikanan disahkan beberapa waktu lalu, kami (Dinas Perikanan Kabupaten Malang) sudah melakukan tindak lanjut. Kami melakukan pendataan kepada nelayan-nelayan yang biasa menangkap benur. Ini untuk menghindari penjualan benih bening lobster (BBL) secara ilegal,” ujar Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Malang, Victor Sembiring.
Pendataan juga dilakukan ke pengepul ataupun eksportirnya. Data kemudian, disetor ke KKP melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jatim. Selain itu, BBL yang ditangkap dan dijual harus dilengkapi dengan surat keterangan asal benih (SKAB).
“Jadi benur yang ditangkap, sebelum dikirim ke pusat (Jakarta) itu harus dilengkapi SKAB. Karena nanti, di pusat, benur yang datang akan dicek lagi. Asalnya dari mana, eksportirnya siapa, itu akan diperiksa,” imbuhnya.
Sementara itu, untuk pendistribusian BBL menurutnya perlu ada kuota yang harus ditetapkan dari pemerintah pusat melalui KKP. Hal itu untuk mencegah terjadinya over fishing dan menjaga kestabilan peredaran lobster maupun benur. “Dulu pernah diwacanakan tetapi belum ada hingga sekarang,” jelas Victor.
Sebagai informasi, sejak tiga bulan terakhir, Dinas Perikanan Kabupaten Malang mencatat sudah ada sebanyak 300 ribu BBL yang ditangkap dan didistribusikan.(san/riz/ekn)
>>>>>>Selengkapnya Di Harian DIs Way Malang Post Edisi Kamis (26/11)