Malang – Proses belajar mengajar di masa pandemi Covid-19, memberikan tantangan tersendiri. Baik bagi pendidik, maupun peserta didiknya. Pandemi menghilangkan proses pembelajaran tatap muka dan menggantikannya dengan proses pembelajaran jarak jauh (daring). Adaptasi baru ini, membuat tenaga pendidik harus berjuang ekstra keras, untuk bisa menyampaikan materi pembelajaran. Dan para muridnya bisa menyerap materi dengan maksimal.
Tantangan berat dihadapi Deswita Supriyatni, Dosen Pendidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi STKIP Pasundan, Cimahi, Jawa Barat. ‘’Semasa pandemi, proses pembelajaran tidak optimal. Biasanya materi yang saya sampaikan, identik dengan tatap muka dan praktik. Sekarang mau tidak mau, harus melalui teknologi media. Hambatannya adalah ketika para mahasiswa yang ada di daerah, tidak bisa menyimak maksimal karena terjadi gangguan koneksi internet,’’ ujarnya dalam Dialog Produktifbertema ‘Mendukung Para Pendidik Tetap Berkarya’. Diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Rabu (25/11).
Senada disampaikan Arya Wiratman, Guru SDS Islam Ibnu Hajar Cipayung, Jakarta Timur. Saat pandemi ini, kata dia, dengan pembelajaran jarak jauh. Baik virtual dan video pembelajaran, sangat monoton. Meski demikian, dia tetap berusaha mengemas pembelajaran mirip seperti saat tatap muka di kelas.
Karena itulah tenaga pendidik, dituntut untuk melakukan terobosan dan kreatif, dalam menjalankan proses pembelajaran jarak jauh.
Untuk memberikan dukungan, pemerintah berupaya hadir melalui beberapa program. Seperti Bantuan Kuota Data Internet, bagi tenaga pendidik dan peserta didik. Kementerian Pendikan dan Kebudayaan membagikan kepada 1,9 juta guru, 166 ribu dosen, 3,8 juta mahasiswa dan 29,6 juta siswa sekolah. Sejumlah 100 GB, yang dialokasikan 50 GB setiap bulannya.
Kuota internet ini, bisa dimanfaatkan oleh setiap jenjang pendidikan. Baik negeri maupun swasta. Sebanyak 35,5 juta pendidik dan peserta didik di seluruh Indonesia, telah menerima manfaat ini sejak September 2020 lalu.
Hasil survei Lembaga Arus Survei Indonesia (Oktober 2020), ada 85,6 persen responden menilai, program Bantuan Kuota Data Internet, meringankan beban ekonomi orang tua pelajar/mahasiswa.
‘’Sebelum ada bantuan kuota internet, kondisi sangat sulit dan terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan, harus pintar mengatur keuangan keluarga dan menyisihkan agar kebutuhan kuota internet terpenuhi,’’ kata Arya.
Begitu pula dengan Deswita, ia mengaku harus mengatur ulang perencanaan keuangan keluarganya, saat masa pandemi Covid-19. Saat itu kebutuhan primer dan biaya internet menjadi prioritasnya.
‘’Kemudian dengan bantuan pemerintah, sangat membantu sekali. Perencanaan keuangan keluarga bisa kembali normal,’’ ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Sri Murni S.Pd., M.Pd, Dosen STKIP PGRI Bandar Lampung. Sebelum ada bantuan, katanya, harus pintar-pintar menyisihkan dana, untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran.
‘’Sangat bersyukur dengan bantuan pemerintah, baik dalam bentuk pulsa maupun Bantuan Subsidi Upah (BSU). Uang yang awalnya kami sisihkan untuk kuota, bisa kembali kami pakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga,’’ jelasnya.
Selain Bantuan Kuota Data Internet, pemerintah juga memberikan bantuan melalui peluncuran BSU Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Non-PNS, di bawah binaan Kemendikbud dan Kemenag. Bantuan ini menyasar lebih dari 2,74 juta pendidik dan tenaga kependidikan non-PNS di seluruh Indonesia. Dialokasikan dana total sebesar Rp 4,7 Triliun dari Kemendikbud dan Kemenag. BSU ini diberikan sejumlah Rp1,8 juta bagi setiap pendidik dan tenaga kependidikan dengan persyaratan pencairan yang sangat mudah. (STPC19 /rdt)