
Foto Ilustrasi
Malang – Laporan National Center for Biotechnology Information (NCBI) mengungkapkan bahwa insidens terjadinya diseksi aorta adalah 5-30 kasus per satu juta orang, dengan rentang usia 40-70 tahun.
Menurut Heartlogy Cardiovascular Center Rumah Sakit Brawijaya Saharjo, dr. Suko Adiarto, Sp.JP(K), PhD, robeknya aorta bisa terjadi secara tiba-tiba (akut) dan tidak menimbulkan gejala. Tetapi, apabila dalam 2 hingga 3 jam tidak segera dioperasi, penderita akan meninggal.
“Diseksi aorta dan aneurisma aorta tidak dapat dibedakan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik, sehingga pemeriksaan penunjang seperti CT-scan sangat diperlukan. Kecepatan dan ketepatan dokter spesialis jantung dalam mendiagnosa diseksi aorta, menentukan keselamatan pasien,” ujarnya kepada INDOPOS, Jumat (13/11).
Adapun faktor penyebab diseksi aorta, di antaranya riwayat keluarga, hipertensi, naiknya tekanan darah secara mendadak, riwayat aneurisme aorta, artherosklerosis ataupun kelainan genetic (sindroma marfan).
“Berdasar kondisinya, ada dua jenis aorta yang robek, yakni tipe A dan tipe B. Yang paling berbahaya dan mematikan adalah tipe A. Sebab, bagian aorta yang robek ada pada pangkalnya yang menempel ke serambi jantung atau yang disebut dengan aorta asendens,” katanya.
Sementara, dr. Dicky Aligheri Wartono, SpBTKV(K), FIHA, FICA, seorang tenaga medis spesialis di bidang bedah toraks kardiovaskular di Heartology mengatakan, mengganti aorta asendens arch tak semudah mengganti katup atau pembuluh darah koroner.Sebab, untuk menggantinya, kondisi pembuluh darah harus benar-benar ‘bersih’ dari darah. “Dengan demikian, ahli bedah bisa melihat dengan jelas seberapa panjang yang perlu diganti,” sebutnya.
Selain dokter bedah dan dokter anestesi, juga terdapat perfusionis yang bertugas menjaga stabilitas aliran darah ke otak, stabilitas cairan dan organ-organ tubuh secara keseluruhan selama aliran darahnya dihentikan secara total. Selain itu, mereka harus menjaga agar suhu badan tetap pada derajat yang dibutuhkan, yakni 24-26 derajat Celsius.
“Setelah semua proses pembenahan bagian-bagian yang robek selesai, tim harus menghangatkan kembali suhu badan pasien. Dan itu harus dilakukan secara perlahan serta sangat hati-hati, agar aman bagi pasien,” jelasnya.(IDP/ekn)