Malang – Pemutaran ulang Film ‘Penghiananatan G30S/PKI’ kembali menimbulkan kontroversi. Ada yang setuju, ada pula yang menolak pemutaran film yang dianggap propaganda Orde Baru itu.Semasa Soeharto berkuasa, film yang disutradarai oleh Arifin C. Noer ini rutin diputar saban tahun dan baru dihentikan setelah rezim Orde Baru tumbang akibat gelombang Reformasi 1998. Namun belakangan Film Penghianatan G30S/PKI kembali diputar. Bahkan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo sempat menginstruksikan nonton bareng film yang menggambarkan kekejaman PKI tersebut. Ia bahkan belakangan mengkalaim film itulah yang membuat ia dicopot dari jabatanya. Hal ini membuat masyarakat semakin riuh.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, melalui akun Twitternya menyebut menonton film tersebut adalah mubah atau di bolehkan.
Hal lain yang menarik untuk dilihat adalah tanggapan keluarga korban kekerasan 1965 yang dituduh bagian dari PKI tanpa diadili. Seperti yang ditulis BBC Indonesia, Pipit Ambarmirah, seorang anak yang orang tuanya yang dijebloskan ke penjara tanpa diadili menyusul kekerasan tahun 1965 mengatakan film itu “menghidupkan kembali hantu-hantu masa lalu”.
“[Pemutaran film] ini seperti menghidupi hantu-hantu zaman dulu, sebetulnya orang-orang sudah tahu sebetulnya bahwa ini ada yang tidak benar, juga ada film-film tandingannya juga,” kata Pipit kepada BBC News Indonesia melalui telpon, Senin (28/09).
Ia juga mengungkapakan, saat ini masyarakat bisa mengakses informasi dengan mudah terkait kebenaran dari kejadian sejarah kelam tersebut. Meski begitu, baginya tetap saja pemutaran film ini akan memberikan dampak, khususnya bagi yang keluarganya dicap PKI, apalagi masih banyak masyarakat yang percaya dengan hal yang ia anggap tidak benar.
“Ini kan sebetulnya satu film provokasi, ujaran kebencian yang didengungkan dan dilembagakan terus menerus karena itu terus diputar. Jadi, ya menyedihkan, kenapa masih percaya sama hal-hal yang tidak benar seperti itu?” kata Pipit.
Kenapa Film G30S/PKI Harus Diputar?
Isu PKI memang santer terdengan beberapa waktu belakangan, apalagi di bulan September. Presiden Jokowi pun pernah dituduh keluarga PKI. Kebangkitan PKI gaya barupun semakin digaungkan sejumlah pihak. KAMI yang digawangi sejumlah tokoh nasional termasuk Gatot misalnya. Kelompok ini menilai, anak cucu kaum komunis sudah menyelusup ke lingkaran-lingkaran legislatif maupun eksekutif. Mereka menutup mata terhadap fakta sejarah, bahwa kaum komunis yang lebih dulu membantai para ulama dan santri. Para anak cucu itu bahkan memutarbalikkan sejarah dengan menyatakan PKI adalah korban dan kalangan non PKI khususnya umat Islam sebagai pelaku pelanggaran HAM berat terhadap orang-orang PKI.
Bahkan Jokowi diminta untuk menyerukan kepada lembaga-lembaga pemerintah dan penyiaran publik, khususnya TVRI, untuk menayangkan film pengkhianatan G30S/PKI atau film serupa agar rakyat Indonesia memahami noda hitam dalam sejarah kebangsaan Indonesia.
Senada dengan itu, Juru Bicara Persaudaraan Alumni 212, Haikal Hassan, mengatakan penayangan kembali film Pengkhianatan G30S/PKI penting untuk pelajaran sejarah. Alumni 212 ini termasuk salah satu pihak yang merencanakan untuk menyelenggarakan nonton bersama film ini.
Meski banyak para pegiat HAM menyebut pemutaran fim Penghianatan G30S/PKI sebagai sebuah kemunduran dan merupakan bentuk tekanan dalam pengungkapan kasus tersebut, Kelompok yang setuju, termasuk Haikal mengklaim ada indikasi-indikasi yang mencerminkan kebangkitan komunisme di masyarakat yang dapat membahayakan elemen nasionalisme.
“Indikasinya apa? Banyak, upaya penguburan film itu indikasi, upaya yang mengatakan tidak jelas siapa korbannya – jelas indikasi,” kata Haikal, (28/09).
“Kan terbukti, Partai Komunis Indonesia melakukan pembunuhan secara biadab. Menghilangkan idelogi Pancasila, jelas itu bahaya. Komunis itu tidak akan pernah cocok dengan insan beragama,” tambahnya.
Komunis Sudah Runtuh.
Berbeda dengan Haikal, Mantan Ketua Umum Muhammadiyah Syafii Maarif menyebut komunisme ibarat ‘macan ompong’ dan ‘tak layak’ diangkat sebagai isu. Baginya komunisme sudah runtuh di mana-mana. Isu ini sengaja digaungkan demi kepentingan politik.
“Saya antikomunis, tahun 1960an saya aktivis HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), saya sangat antikomunis, saya mengerti betapa dasysatnya PKI zaman itu, tapi sekarang sudah macan ompong kok,” kata Syafii, tiga tahun silam.
Bagaimanapun, film ini telah ditanyangkan SCTV akhir pekan lalu. Terbaru, tvOne juga akan menayangkan film tersebut Rabu (30/9) malam. Ini merupakan kali ketiga tvOne menanyangkan film Penghianatan G30S/PKI. Tentu sebagai negara demokratis tidak ada larangn memutar film. Apalagi sudah ada lembaga resmi pemerintah yang bertugas menyortir konten film tersebut, seperti Lembaga Sensor Film (LSF) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). (bbc/anw)