DI KANTOR: Djoko Prihatin ketika memberikan keterangan kepada wartawan, seusai berkunjung ke kantor DPD II Partai Golkar, yang sempat disegel kader partai. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Mosi tidak percaya dan menolak hasil musyawarah daerah (Musda) DPD Partai Golkar Kota Malang di Surabaya, terus digaungkan beberapa kader Partai Golkar. Kader partai juga tidak percaya pada kepemimpinan Djoko Prihatin, yang terpilih menjadi Ketua DPD II Partai Golkar Kota Malang, periode 2025 – 2030.
Menurut Bambang AR, Wakil Sekretaris DPD Partai Golkar Kota Malang, pelaksanaan Musda banyak yang menabrak mekanisme. Misal pada pasal 27 point 3, disebutkan, seorang calon pemimpin harus memiliki prestasi, dedikasi, disipilin, loyalis dan tidak tercela (PD2LT).
“Nyatanya hal itu tidak jadi ukuran bagi DPD Golkar Jatim, saat memilih Djoko Prihatin.”
“Buktinya, dalam daftar riwayat hidup, dia mencantumkan lulusan Universitas Tri Sakti 1997-2002. Nyatanya, dia mengundurkan diri sebelum lulus. Kemudian melanjutkan ke Institut Asia, juga belum punya ijazah S1.”
“Ditambah Djoko Prihatin saat ini sedang dilaporkan ke Badan Kehormatan DPRD dalam kasus dugaan pelanggaran etik,” tandas Bambang.
Fakta-fakta yang sudah ter-publish di berbagai media tersebut, lanjut Bambang, juga tidak disanggah oleh Djoko Prihatin. Pihaknya menduga, informasi yang disampaikan media tersebut memang benar.
“Artinya persyaratan bagi seorang calon pemimpin sudah ternodai atau dilanggar. Kami berharap DPD Jawa Timur maupun DPP dengan obyektif menuntaskan permasalahan ini. Khawatir nantinya berdampak pada nama baik Partai Golkar, khususnya di Kota Malang,” sambungnya.
Karenanya dalam waktu dekat, pihaknya bersama semua kader yang peduli, segera merapatkan barisan. Untuk melakukan perlawanan terhadap ketidaksesuaian hasil Musda Golkar 2025 kemarin.
“Kami akan berjuang semaksimal mungkin, untuk membuktikan ke publik. Bahkan akan kami bawa hingga Mahkamah Partai.”
“Kami tidak ingin marwah dan nama baik Partai Golkar kian terpuruk.”
“Bersama ormas dan sayap maupun struktur Partai Golkar, kami saling bergandengan tangan menjaga nama baik dan marwah partai,” tegas Bambang kepada Malang Post, Jumat (19/12/2025).
Sementara itu, Sekretaris PL Partai Golkar di Kelurahan Lesanpuro, Kedungkandang, Adi Putra, juga mengaku heran dengan hanya berbekal surat keterangan lulus skripsi, tetapi sudah mengklaim diri lulus sarjana.
Skripsi, sebutnya, hanyalah salah satu syarat kelulusan. Karena skripsi berfungsi sebagai evaluasi akademik, akhir atas capaian pembelajaran. Namun tidak berdiri sendiri sebagai kualifikasi akademik atau ijazah.
“Program D3 dan S1, adalah jalur pendidikan yang berbeda. D3 merupakan pendidikan vokasi berorientasi pada keterampilan terapan. Sementara S1, murni pendidikan akademik. Orientasinya pada penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan.”
“Yang membedakan lagi pada orientasi pembelajaran, beban studi, capaian lulusan, serta bentuk tugas akhir,” papar Adi.
Dalam UU 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan, pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan vokasi. Merupakan pencapaian pendidikan jalur yang berbeda. Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012, tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
“Kami memahaminya secara tegas, menempatkan lulusan D3 dan S1 berbeda. D3 menempati pada Level 5 dan lulusan S1 pada Level 6.”
“Pengakuan kualifikasi hanya diberikan kepada peserta didik, telah menempuh pendidikan dengan sempurna dan sesuai aturan. Serta dinyatakan lulus dengan memiliki ijazah resmi dan sah secara hukum,” ujarnya.
Ditambahkan, pada Permendikbud 3/2020, tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, menyatakan kelulusan mahasiswa ditetapkan melalui tahapan Yudisium. Dikuatkan dengan pembuktian penerbitan ijazah atau Surat Keterangan Lulus (SKL).
“Jadi tidak terdapat ketentuan hukum yang mengatur atau membenarkan, adanya penyetaraan kelulusan skripsi dengan ijazah Diploma Tiga.”
“Dengan demikian, seseorang yang telah menyelesaikan atau lulus skripsi, tapi belum dinyatakan lulus melalui yudisium, serta memperoleh ijazah atau SKL Sarjana, secara akademik dan hukum, masih tetap berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Tidak bisa lulusan skripsi sarjana disetarakan dengan D3,” imbuhnya. (Iwan Irawan/Ra Indrata)




