MALANG POST – Pemerintah Kota Malang mengakui, penataan reklame di Kayutangan Heritage belum optimal. Penyebabnya, masih perlu dilakukan kajian lebih dalam, mengenai kepentingan Kota Malang dalam hal retribusi pendapatan asli daerah (PAD) dan estetika kota.
Kepala Bidang Layanan Perizinan dan Nonperizinan Pekerjaan Umum Disnaker PMPTSP Kota Malang, Samsurizal menyebut hal tersebut, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk, yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Senin (8/12/2025).
“Memang detailing penetapan reklame agak sedikit terburu-buru, sehingga tidak ada regulasi khusus mengenai penempatan reklame di kawasan heritage. Baik dari sisi parameter ekonomi dan bisnis, serta penertibannya,” jelasnya.
Walaupun sudah ada Perda Nomor 2 Tahun 2022, yang mengatur penyelenggaraan Reklame, tambah Samsurizal, Disnaker bakal melakukan pembahasan lebih lanjut dalam perumusan Peraturan Wali Kota, terkait peraturan teknis penataan reklame di koridor Kayutangan.
Diantaranya mulai dari jarak antar reklame, tema reklame, desain reklame, termasuk tone warna reklame tersebut, yang harus menyesuaikan dengan nuansa Kayutangan Heritage.
Kondisi tersebut, disadari betul oleh kalangan DPRD Kota Malang. Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi melihat, saat ini masing-masing OPD terkesan mengedepankan ego sektoral dalam penataan kota. Salah satunya berkaitan dengan penataan Kayutangan Heritage.
“Di Koridor Kayutangan terdapat sejumlah papan reklame yang mengganggu estetika kota, serta mengaburkan kesan heritage yang ada di kawasan Kayutangan.”
“Penyebabnya, karena Pemkot Malang masih mengedepankan retribusi reklame, untuk meningkatkan pendapatan asli daerah,” ujar Arief.
Menurutnya, Pemkot Malang harus mengesampingkan ego tersebut dan segera membuat Peraturan Wali Kota (Perwal) terkait penataan reklame di koridor Kayutangan.
Perwal itu harus mengatur perencanaan, penataan, peletakan hingga penindakannya. Agar penataan kota bisa lebih optimal, dengan harapan identitas heritage kawasan Kayutangan bisa terjaga.
Sementara itu, Pengamat Tata Kota sekaligus penggagas Kayutangan Heritage, Ir. Budi Fathony, MTA., menegaskan, penerapan regulasi penataan reklame di kawasan heritage oleh Pemkot Malang masih belum optimal. Karena banyak reklame yang ada di Koridor Kayutangan, tidak mencerminkan konsep heritage.
Menurut Budi, desain reklame harusnya menyesuaikan dengan reklame tempo dulu. Agar tetap mengedepankan kesan heritage Kayutangan, sesuai dengan konsep tata kota dan warisan kolonial yang ada.
Budi juga memahami dilema yang dialami Pemkot Malang, terkait tata kota dan potensi PAD.
Hanya saja, katanya, PAD tetap bisa dimaksimalkan melalui penyesuaian dan koordinasi dengan pemilik aset, terkait ketentuan pemasangan reklame yang sesuai konsep suatu kawasan. (Yolanda Oktaviani/Ra Indrata)




