MALANG POST – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, mendistribusikan 3.200 bibit untuk menguatan ruang hijau di Kota Malang.
Diserahkan ke 57 kelurahan yang ada di Kota Malang, untuk memperkuat program penghijauan. Setiap kelurahan menerima 56 bibit dari berbagai jenis pohon berbatang keras. Seperti Wuni, Juwet, Kelengkeng dan Mahoni.
Plt Kepala DLH Kota Malang, Gamaliel Raymond Hatigorang menyampaikan hal tersebut, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk, yang disiarkan Radio City Guide 911 FM, Senin (24/11/2025).
Bibit tersebut, kata Raymond, merupakan kompensasi penebangan yang dilakukan DLH Kota Malang karena proyek pelebaran drainase Suhat.
“Sesuai Perwal 90 Tahun 2004, yang mengatur setiap penebangan pohon, harus diganti sesuai dengan jumlah atau diameter pohon yang yang ditebang,” jelasnya.
Lewat program tersebut, pihaknya berharap bisa tetap teduh dan sejalan dengan visi “Ngalam Seger”.
DLH juga memastikan, seluruh bibit berasal dari APBD dan akan dipantau pertumbuhannya secara berkala.
Lurah Tunggul Wulung, Imbar Hadi Wintjko, mengaku sudah menerima puluhan bibit pohon dari DLH Kota Malang, sebagai salah satu visi Pemkot berupa Ngalam Seger.
Total lebih dari 56 bibit yang diterimanya, sudah ditanam bersama warga. Salah satunya di lahan belakang Kelurahan Tunggulwulung, yang masih kosong dan perlu ditanami.
Menurut Imbar, program ini dinilai akan berdampak positif. Karena membuat kualitas air dan udara bagus juga tanaman produktif yang hasilnya bisa dirasakan masyarakat.
Imbar juga menyebut, selain siap menanam jika diberi bibit lagi, masyarakat di wilayahnya pun juga berkomitmen menjaga bibit yang ditanam.
Sementara itu, Kepala Laboratorium Islamic Architecture Design and Education, Prodi Arsitektur Universitas Islam Negeri Malang, Dr. A. Farid Nazaruddin ST. MT., mengungkapkan temuan menarik terkait cara warga memandang keberadaan pohon di lingkungan mereka.
Beberapa tahun lalu, Farid melakukan penelitian di Kelurahan Kedungkandang. Dimana sebagian besar warga justru senang bila pohon di pinggir jalan hilang, karena menganggap perawatannya mengganggu dan memicu kehadiran serangga.
Menurutnya, persepsi ini dapat menjadi tantangan dan potensi masalah.
“Pola ini sebenarnya umum. Orang desa senang kalau pohonnya hilang, karena hidupnya lebih mudah. Ini berbanding terbalik dengan orang kota, yang melihat pohon adalah hal berharga,” sebutnya.
Farid juga menilai, program penghijauan dari pemerintah ini akan berhasil dan maksimal jika penggeraknya tidak hanya dari pemerintah. Tapi juga kampus dan industri melalui CSR. (Nurul Fitriani/Ra Indrata)




