MALANG POST – Upaya Pemkot Batu dalam menekan angka stunting mulai menunjukkan hasil nyata. Berdasarkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), jumlah balita stunting pada akhir 2024 tercatat 1.270 anak. Setahun berjalan, angka itu merosot menjadi 1.095 anak. Artinya, sebanyak 175 balita dinyatakan ‘lulus’ dari status stunting.
Penurunan ini juga tercermin pada prevalensinya. Dari semula 11,8 persen kini turun menjadi 10,49 persen. Meski bergerak positif, Pemkot Batu menilai capaian tersebut masih perlu digenjot agar selaras dengan target nasional.
Administrator Ahli Muda Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu, Emi Kusrilowati memaparkan, salah satu akar persoalan stunting di daerahnya berkaitan erat dengan kondisi gizi ibu hamil. Banyak kasus bermula dari kekurangan energi kronis (KEK) atau kurangnya asupan zat besi selama kehamilan. Kondisi itu membuat risiko kelahiran bayi dengan berat badan rendah (BBLR) meningkat.
“Idealnya bayi lahir minimal berbobot 2,5 kilogram dan panjang 48 sentimeter. Kalau kurang dari itu, potensi gangguan pertumbuhan lebih besar,” ujarnya, Minggu (23/11/2025).

BALITA SEHAT: Wakil Wali Kota Batu Heli Suyanto saat melihat kondisi balita sehat di Kota Batu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Emi menekankan pentingnya pola asuh dan kesadaran kontrol kesehatan. Banyak kasus stunting terlambat terpantau lantaran balita jarang dibawa ke Posyandu. Karena itu, Dinkes menerapkan strategi jemput bola. “Jika ada anak yang tidak datang ke Posyandu, kami datangi rumahnya,” kata Emi.
Tantangan lain yang sering ditemui adalah perilaku makan balita yang picky eater. Kondisi ini membuat kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi. Variasi dan keseimbangan menu, termasuk pemberian ASI eksklusif enam bulan, menjadi kunci.
Selain persoalan gizi, sejumlah kasus stunting juga dipicu faktor bawaan, riwayat BBLR, hingga infeksi berulang. Cuaca ekstrem di Kota Batu, terutama udara dingin, turut membuat bayi lebih rentan sakit.
Untuk mempercepat penurunan, Dinkes menjalankan Program Pos Gizi Penanganan Stunting (Pozting) yang menyasar bayi di bawah dua tahun (baduta). Program ini mencakup pemeriksaan darah, inisiasi menyusu dini, pemberian makanan bayi dan anak (PMBA), hingga edukasi Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
“Kami melibatkan dokter spesialis anak untuk pendampingan intensif. Pemantauan berat dan tinggi badan dilakukan setiap minggu selama sekitar 10 minggu, sampai anak dinyatakan lulus stunting,” jelas Emi.
Namun ia mengingatkan, keberhasilan program tidak hanya bertumpu pada tenaga kesehatan, tetapi juga komitmen orang tua. Mulai dari pemberian MP-ASI bergizi, kepatuhan kontrol kesehatan, hingga kebersihan lingkungan rumah.
Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto menegaskan, bahwa tren penurunan memang menggembirakan, tetapi belum cukup stabil. Sepanjang tahun, grafik stunting tercatat fluktuatif.
“Pada Februari lalu jumlah anak stunting bahkan sempat naik menjadi 1.120 anak,” ujarnya.
Ia meminta Dinkes memperkuat pendampingan dan memperluas intervensi agar semakin banyak balita yang berhasil keluar dari status stunting.
Menurutnya, dengan kerja bersama antara pemerintah, tenaga kesehatan dan keluarga, Pemkot Batu optimistis capaian penurunan dapat bergerak lebih cepat. “Setiap anak yang lulus stunting berarti satu pintu masa depan yang kembali terbuka,” tutupnya. (Ananto Wibowo)




