MALANG POST – Pemkot Batu terus memperkuat kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana alam. Rabu (19/11/2025), Kota Batu menjadi tuan rumah Sosialisasi Dana Bersama Penanggulangan Bencana (Pooling Fund Bencana/PFB) yang dirangkaikan dengan aksi penanaman vegetasi di lingkungan Balai Kota Among Tani.
Agenda yang digelar di Graha Pancasila itu melibatkan BNPB RI, BPBD Jawa Timur, Kementerian Keuangan, serta unsur Forkopimda.
Wali Kota Batu, Nurochman menegaskan, bahwa PFB adalah instrumen pendanaan strategis yang dapat diakses daerah ketika memasuki masa darurat bencana. Ia memastikan bahwa pemerintah daerah tidak tinggal diam dalam menyiapkan pembiayaan cepat, terutama saat potensi kerawanan mulai meningkat.
“Pemerintah telah menyiapkan belanja tidak terduga sebagai opsi pendanaan ketika bencana terjadi. Ini menjadi upaya konkret memastikan mekanisme penanggulangan berjalan sesuai ketentuan dan dapat digunakan tepat waktu,” tutur Cak Nur.
Ia menyebut, posisi geografis Kota Batu yang berada di ketinggian 700–2000 mdpl menjadi tantangan tersendiri. Kondisi itu beririsan dengan dominasi sektor pertanian, pariwisata dan UMKM yang berkontribusi 47,43 persen terhadap perekonomian daerah.
Karena itu, Pemkot Batu terus memperkuat mitigasi, mulai dari pemetaan kerawanan, susur sungai, pembersihan titik sumbatan, peningkatan kapasitas relawan, hingga pengembangan sistem kebencanaan terpadu.
Ia mengapresiasi langkah pemerintah pusat melalui BNPB dan Kementerian Keuangan yang memperkenalkan instrumen pendanaan anyar untuk penanggulangan bencana. Menurutnya, kebijakan itu tergolong responsif karena memberi pilihan pembiayaan yang lebih leluasa bagi daerah.

SOSIALISAI PFB: Pemkot Batu menjadi tuan rumah dalam sosialisasi PFB, yang merupakan penanganan cepat pasca bencana. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
“Pooling fund ini jadi opsi yang sangat membantu. Sosialisasi seperti ini penting agar daerah punya rujukan jelas untuk mengakses pendanaan mitigasi, pra, maupun pascabencana. Meski begitu, Pemkot Batu tetap menyiapkan anggaran belanja tidak terduga karena kita tidak pernah tahu kapan bencana datang,” tutur Cak Nur.
Cak Nur juga menyampaikan, jika mekanisme Belanja Tidak Terduga (BTT) tetap dipertahankan meskipun skema transfer ke daerah mengalami penyesuaian. Bedanya, jika BTT membutuhkan proses administrasi lebih panjang, pooling fund dinilai lebih gesit karena bisa digunakan sejak tahap mitigasi, mulai perawatan sistem peringatan dini (EWS), peningkatan kapasitas relawan, hingga edukasi kebencanaan berbasis masyarakat.
“Pooling fund bisa diakses bahkan sebelum bencana terjadi. Ini memberi ruang bagi daerah untuk memperkuat instrumen mitigasi seperti EWS, diklat relawan, sampai edukasi masyarakat. Prinsip gotong royong tetap kami kedepankan dalam penguatan kebencanaan di Kota Batu,” paparnya.
Plt Inspektur Utama BNPB, Saiful Alam menambahkan, bahwa PFB merupakan terobosan pendanaan yang didesain untuk mempercepat respons dan pemulihan pascabencana. Melalui skema ini, pemerintah pusat dan daerah dapat berbagi risiko sekaligus mempercepat alur pendanaan ketika bencana terjadi.
“Syarat pengajuan dana pooling fund tidak rumit karena sudah disederhanakan secara birokratis. Namun akuntabilitas tetap menjadi prioritas. Penanggulangan bencana harus cepat, tepat sasaran, dan dalam waktu bersamaan memastikan administrasi berjalan baik,” ujar Saeful.
Ia menegaskan bahwa dana bersama ini merupakan inovasi pemerintah dalam memperkuat pembiayaan bencana, termasuk dukungan mitigasi dan pendidikan kebencanaan bagi unsur pentahelix seperti dunia usaha, relawan TRC, Tagana, hingga komunitas masyarakat.
Setelah pemaparan teknis dari Kementerian Keuangan dan BNPB mengenai strategi pembiayaan, instrumen risiko dan skema asuransi bencana, kegiatan dilanjutkan dengan penanaman vegetasi sebagai bagian dari mitigasi ekologis. Aksi ini melibatkan jajaran pemerintah pusat, pemerintah daerah, Forkopimda, serta BPBD Kota Batu. (Ananto Wibowo)




