
MALANG POST – Stigma sosial masih menjadi masalah utama pada masalah kesehatan mental. Hal itu menjadi hambatan terbesar dalam penanganan krisis mental.
Banyak yang masih menganggap, pergi ke psikolog berarti seseorang ‘gila’ atau ‘tidak normal’. Padahal, psikolog adalah tenaga profesional yang dilatih untuk membantu individu memahami dan mengelola emosi, stres, trauma dan berbagai tantangan psikologis lainnya.
Penegasan itu disampaikan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Hudaniah, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Sabtu (11/10/2025) kemarin.
Menurut Hudaniah, lebih dari 30 persen remaja di Indonesia, mengalami kondisi kesehatan mental. Seperti stress, kecemasan dan depresi.
“Stigma pada layanan kesehatan mental mulai bergeser. Terutama di kalangan remaja yang saat ini lebih sadar, untuk mencari pertolongan saat membutuhkan,” katanya.
Sementara untuk mengatasi stigma dari keluarga dan lingkungan sekitar, lanjut Hudaniah, pendekatan lewat edukasi dan peningkatan literasi kesehatan mental bisa dilakukan.
Salah satunya dengan sosialisasi yang melibatkan tokoh masyarakat.
Masih di kesempatan yang sama, seorang penyintas mental illness, Stefanie Jovita menyampaikan, trauma masa kecil yang terjadi pada keluarga inti, membuat dirinya harus menjalani perawatan bersama psikiater.
Stefanie bercerita, dirinya mulai mencari bantuan profesional di usia 17 tahun, setelah mendapatkan dorongan dari guru UKS di sekolahnya.
“Setelah menjalani pengobatan selama tiga tahun, saya merasa ada perbedaan yang signifikan. Termasuk pada kualitas tidur dan pekerjaan,” ujarnya.
Menurut Stefanie, mencari bantuan profesional baik dari psikolog maupun psikiater, menjadi hal yang penting daripada hanya sekedar curhat di media sosial. (Anisa Afisunani/Ra Indrata)