
MALANG POST – Lima mahasiswa UB menawarkan konsep industri biru berbasis pengolahan mikroalga dengan hilirisasi multisektor yang mendukung transisi energi bersih dan ekonomi biru secara berkelanjutan.
Melalui Sistem Alga Generatif Terintegrasi untuk Bioetanol, Pengolahan Air Limbah dan Akuakultur atau SAGARITA+, tim mahasiswa menawarkan konsep kawasan industri lepas pantai berbasis kultivasi mikroalga yang terintegrasi dengan berbagai sektor, mulai dari bioenergi, pangan, kesehatan, agrikultur, polimer, hingga pariwisata edukatif.
“Indonesia memiliki garis pantai lebih dari 108 ribu kilometer dan potensi energi matahari yang sangat besar. Dengan memanfaatkan laut sebagai ruang produksi energi dan pangan melalui mikroalga, kita bisa menghadirkan solusi konkret atas energy trilemma: keamanan, keterjangkauan, dan keberlanjutan energi,” kata Ketua tim Vincenzio Jocelino.
Vincenzio Jocelino menjelaskan bahwa mikroalga dipilih karena potensinya yang luar biasa.
“Organisme mikroskopis ini mampu tumbuh sangat cepat, menyerap karbon dioksida lebih efektif daripada hutan tropis, dan menghasilkan berbagai produk bernilai tinggi. Dengan pendekatan SAGARITA+, mikroalga tidak hanya menjadi sumber bioenergi, tetapi juga basis industri multi-sektor yang berkelanjutan,” kata Vincezio.
Dia menambahkan, kawasan industri lepas pantai berbasis kultivasi mikroalga merupakan konsep kawasan produksi terpadu yang memanfaatkan area laut lepas sebagai lokasi budidaya mikroalga skala besar.

Mikroalga ini menjadi bahan baku utama untuk berbagai sektor berkelanjutan. Misalnya, bisa diolah menjadi bioenergi, seperti biodiesel atau bioetanol dari kandungan lipidnya. Untuk pangan dan kesehatan karena mikroalga kaya protein, omega-3, dan antioksidan yang bisa dikembangkan menjadi suplemen atau bahan pangan fungsional, agrikultur.
Hasil sampingannya, seperti biomassa dapat dijadikan pupuk organik atau pakan ternak, polimer, melalui ekstraksi senyawa polisakarida yang bisa digunakan untuk bioplastik ramah lingkungan dan pariwisata edukatif, dengan memanfaatkan area industri ini sebagai sarana pembelajaran dan wisata sains tentang energi hijau dan ekonomi biru.
Selain sebagai solusi energi bersih, SAGARITA+ juga digagas untuk menjawab tantangan ekonomi global. Kehadiran kawasan ekonomi khusus berbasis mikroalga diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru, mendorong diversifikasi industri, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam peta ekonomi biru dunia.
Tim SAGARITA+ menyadari bahwa implementasi ide ini membutuhkan kolaborasi multi-pihak, mulai dari pemerintah, akademisi, pelaku industri, hingga masyarakat pesisir.
“Namun, kami optimistis SAGARITA+ dapat menjadi prototipe kawasan industri masa depan yang hijau, biru, dan mandiri energi. Dengan lahirnya gagasan ini, diharapkan Indonesia tidak hanya menjadi konsumen energi bersih, tetapi juga pionir dalam membangun,” kata Vincezio.
Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kewirausahaan Mahasiswa FTP UB Dr. Ir. Mochamad Bagus Hermanto, S.TP., M.Sc., memberikan apresiasi tinggi atas gagasan tim.
“Ini ide yang sudah matang dan sangat komprehensif. Tinggal bagaimana tim mampu mendeliver gagasannya secara optimal di PIMNAS nanti, baik melalui poster maupun presentasi,” ujarnya.
Dukungan serupa juga disampaikan oleh Dr. Setiawan Noerdajasakti, S.H., M.H., Wakil Rektor III UB Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kewirausahaan Mahasiswa. Ia menilai karya mahasiswa UB ini tidak hanya relevan untuk ajang kompetisi, tetapi juga berpotensi dikembangkan agar bermanfaat bagi masyarakat.
“Semoga inovasi ini dapat melangkah hingga PIMNAS dan menjadi kontribusi UB dalam membangun solusi berkelanjutan bagi bangsa,” ujarnya.
SAGARITA+ juga dipamerkan dalam Ekspo PKM Box PIMNAS X PMWF FTP 2025 yang diselenggarakan di parkiran FTP UB pada Jumat (3/10/2025) salah satu output yang dipamerkan merupakan blueprint berjudul “SAGARITA+: Kawasan Ekonomi Khusus Terintegrasi Kultivasi Mikroalga Lepas Pantai untuk Menjadikan Indonesia Pilar Ekonomi Biru Dunia.”
Blueprint ini merupakan pengembangan dari proposal PKM-GFT yang menyoroti pentingnya transisi energi bersih dan penguatan ekonomi biru di Indonesia. peradaban baru yang berkelanjutan. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)