
Ketua komisi D DPRD Kota Malang, Eko Herdiyanto dan anggotanya Ginanjar Yoni Wardoyo, saat ditemui di ruang komisi D, menyampaikan hasil pertemuannya dengan BPJS Kesehatan Pusat dalam kunkernya. (Foto : Iwan Irawan/Malang Post)
MALANG POST – Ketua Komisi D DPRD Kota Malang, Eko Herdiyanto meminta kepada peserta BPJS Kesehatan di Kota Malang, untuk memaksimalkan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP/Faskes 1), seperti Puskesmas, klinik atau dokter. Sebelum memutuskan untuk membawa ke rumah sakit.
“Kecuali saat Faskes 1 tidak mampu menangani, baru dirujuk ke rumah sakit.”
“Masih banyak yang perlu diedukasi. Ketika sakit jangan langsung ke rumah sakit. Tapi ke Faskes 1 terlebih dahulu. Kecuali kondisinya sudah darurat,” kata Eko, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (22/9/2025).
Soal regulasi pelayanan rumah sakit umum daerah maupun swasta, kepada pasien peserta BPJS Kesehatan, pihaknya akan membahas terkait regulasi tersebut dengan Dinkes Kota Malang.
Sebab, pihaknya berharap semua rumah sakit di Kota Malang, bisa menerapkan standart pelayanan, sesuai dengan regulasi yang ada. Tidak boleh menabrak aturan yang ada, atau justru membuat aturan yang dinilai kurang manusiawi.
Komisi D DPRD Kota Malang, jelas Eko, ketika kunjungan kerja dan rapat dengan BPJS Kesehatan, selalu melaporkan kasus-kasus yang terjadi di Kota Malang. Utamanya mengalami hambatan pelayanan di rumah sakiat, bahkan sampai ada yang meninggal dunia.
“Kami mendapat jawaban, mereka akan melakukan investigasi atau penelusuran.”
“Termasuk perlu sinkronisasi data laporan, antara keluarga pasien dan pihak RS terkadang beda, BPJS Kesehatan pasti butuh memverifikasi data,” imbuhnya.
Anggota komisi D lainnya, Ginanjar Yoni Wardoyo menambahkan, selama ini tidak ada aturan yang mengharuskan peserta BPJS Kesehatan, untuk keluar dulu dari Faskes 1 atau rumah sakit, setelah mendapatkan perawatan selama tiga atau lima hari. Baru kemudian bisa kembali ke rumah sakit atau Faskes 1, untuk mendapat layanan kesehatan lanjutan.
“Untuk itu, kami berharap RS di Kota Malang, tidak lagi bermain-main dengan pola seperti itu, karena sangat tidak menguntungkan pasien.”
“Rumah sakit harus memberikan kesempatan kepada keluarga pasien, saat pertama kali mendaftarkan diri. Apakah pembiayaan mandiri atau melalui BPJS Kesehatan,” tegas Ginanjar.
Bahkan politis Gerindra ini menegaskan, tidak ada jenis penyakit yang tidak tercover BPJS Kesehatan. Ada 144 jenis penyakit yang dicover BPJS Kesehatan. Dan bisa ditangani di faskes tingkat 1, baik penanganan dan pelayanan pengobatannya.
Terkecuali pada kasus kecelakaan kerja, dicover BPJS Ketenagakerjaan dan kecelakaan kendaraan di jalan raya yang dicover Jasa Raharja.
“Kami dapat informasi langsung dari BPJS Kesehatan, untuk penentuan biaya pengobatan di RS, apakah mandiri atau pakai BPJS, waktunya adalah 3 x 24 jam. Sebelum tiga hari, pihak RS dilarang menolak,” tegasnya lagi.
Perihal universal coverage health (UHC), yang dibiayai APBD Kota Malang sebesar Rp150 miliar, apakah akan diusulkan dengan sistem berdasarkan surat perintah pembayaran (SPM). Mengingat banyaknya kasus pasien peserta BPJS Kesehatan, sering kesulitan mengakses pelayanan kesehatan di RS, Ginanjar mengaku akan mendorong hal tersebut.
“Namun saat ini, kami masih fokus ke penanganan regulasi pelayanan agar lebih tertib dan terarah. Agar masyarakat tidak merasa dirugikan, baik secara ekonomi atau pelayanan. Kami akan menggali potensi permasalahan, yang bisa menjadi celah di lapangan,” ungkapnya.
Terpisah, Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, juga mengaku prihatin atas masalah yang disuarakan anggota legislatif. Karenanya, dalam minggu ini bersama BPKS Kesehatan, pihaknya akan mengumpulkan semua rumah sakit. Baik swasta atau rumah sakit pemerintah.
“Kita akan kumpulkan semua rumah sakit, untuk belanja masalah atau menginventarisir permasalahan yang terjadi. Agar tidak terjadi saling lempar tanggungjawab. Kita juga akan membahasnya bersama DPRD,” ujarnya. (Iwan Irawan/Ra Indrata)