
MALANG POST – Median jalan di kawasan wisata Jalan Sultan Agung, Kota Batu, tengah bersolek. Wajahnya dipoles dengan cat warna mencolok, tambahan ornamen, hingga patung apel raksasa. Tujuannya, kawasan tersebut bakal jadi panggung pertunjukan cahaya dan video mapping.
Dari perubahan ini, ada yang kagum ada juga yang menuai pro kontra. Kritikan warganet maupun masyarakat yang melintas berdatangan. Mulai dari pemilihan warna, konsep desain, sampai manfaat revitalisasi itu sendiri.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu Dian Fachroni mengakui, komentar publik tidak bisa dihindari. Saat ini pengerjaannya masih dalam proses dan belum jadi.
“Warna, bentuk sculpture, sampai taman di sekitar median masih ada penyesuaian,” ujarnya, Senin (15/9/2025).
Yang paling jadi buah bibir adalah patung apel raksasa di depan gedung Koramil Kecamatan Batu. Patung itu dicat hijau stabilo, warna yang dianggap terlalu mencolok dan tidak serasi dengan ikon kota wisata yang biasanya lekat dengan nuansa alami.
Dian menjelaskan, pemilihan warna tersebut bukan asal-asalan. Warna polos terang itu dibutuhkan untuk memantulkan cahaya proyektor. “Karena ke depan ada video mapping. Sekarang masih trial, posisi proyektor dan konten juga belum fix,” ujarnya.
Selain patung apel, beberapa ikon lain juga tengah disiapkan. Misalnya, sculpture delapan gunung yang mengelilingi Kota Batu diantaranya seperti Anjasmoro, Arjuno, Banyak, Kawi, Panderman, Semeru, Welirang dan Wukir.
“tu sebagai informasi ke wisatawan pecinta alam. Mereka bisa tahu jalur pendakian yang ada di sekitar Kota Batu,” jelas Dian.

RAMAI KRITIK: Pembangunan taman Jalan Sultan Agung Kota Batu terus berproses, meski begitu sudah ramai kritikan yang muncul. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Di beberapa titik median, kini juga terpasang deretan bendera negara ASEAN. Menurut Dian, hal itu untuk menunjukkan posisi Kota Batu sebagai destinasi eco tourism yang kerap dikunjungi wisatawan mancanegara.
“Ini sekaligus simbol apresiasi, bahwa Kota Batu bukan hanya tujuan wisata domestik, tapi juga sering jadi jujugan negara-negara ASEAN,” imbuhnya.
Meski begitu, Dian tidak menampik ada sejumlah kendala teknis. Salah satunya keberadaan tiang listrik dan telepon yang masih berdiri di sekitar median. “Kami sudah bersurat ke pihak terkait, menunggu pelepasan,” kata dia.
Selain itu, masih ada beberapa elemen yang belum terpasang. Pepohonan dan tanaman hias misalnya, belum ditentukan jenisnya. Sebab, posisinya berada di dekat kabel sutet.
“Ada batas ketinggian karena lendutan kabel. Jadi pohon besar hanya bisa di pedestrian, sementara di median dipilih pohon rendah,” paparnya.
Meski penjelasan teknis sudah disampaikan, warga tetap melayangkan kritik. Sejumlah komentar warganet menyebut konsep revitalisasi tersebut tidak jelas. Cat yang mencolok bahkan disebut sudah mulai mengelupas meski proyek belum rampung.
“Sebenarnya mau dibuat apa sih? Malah terkesan asal-asalan. Ada patung petani yang kepalanya diganti apel, maksudnya apa? Konsepnya tidak jelas,” tulis seorang netizen di media sosial.
Warga yang ditemui langsung di kawasan itu juga melontarkan hal senada. “Sayang sekali kalau anggarannya besar tapi hasilnya tidak maksimal. Katanya dari CSR, tapi tetap tidak sesuai ekspektasi warga. Batu kan kota wisata, mestinya punya standar lebih tinggi untuk desain taman,” ujar Sholeh salah satu warga.
Sebagian besar kritik menyinggung soal identitas Kota Batu. Selama ini, Batu dikenal sebagai kota dengan ruang terbuka hijau dan desain taman yang ikonik. Karenanya, publik berharap hasil akhir proyek ini bisa benar-benar merepresentasikan wajah kota wisata.
Revitalisasi median jalan di sepanjang Sultan Agung sendiri akan dilakukan bertahap. Setidaknya ada lima titik yang akan digarap hingga ke ruas Jalan Imam Bonjol sampai ujung pertigaan Museum Angkut. (Ananto Wibowo)