
MALANG POST – Reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo baru-baru ini, sebagai langkah strategis yang tidak lepas kaitannya dengan dinamika politik dan sosial yang berkembang.
Meskipun penggantian sejumlah menteri, termasuk Menteri Keuangan, mengejutkan banyak pihak karena dinilai tidak sepenuhnya berkaitan dengan kinerjanya.
Hal itu disampaikan Pengamat Politik dari Universitas Negeri Malang, Dr. Nuruddin Hady, SH., MH., saat menjadi narasumber talk show di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Rabu (10/9/2025).
Nurudin menyebut, situasi itu sebagai bentuk respons atas tekanan publik dan akumulasi permasalahan yang sebelumnya belum terselesaikan.
“Reshuffle bisa dibaca sebagai cara meredam eskalasi situasi yang memanas. Termasuk gelombang demonstrasi yang belakangan marak.”
“Sorotan terhadap kinerja kementerian tertentu, komunikasi publik yang kurang baik, sehingga kebijakan yang dianggap menyulitkan rakyat juga menjadi latar belakang terjadinya reshuffle,” katanya.
Karenanya, Nuruddin menyebut terlalu dini jika menilai reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo, akan membawa perubahan signifikan dalam waktu dekat.
Dia menilai tidak bisa diukur dalam hitungan hari. Bahkan membutuhkan waktu 3-6 bulan ke depan untuk menilai kinerja menteri yang baru.
“Indikator seperti pergerakan ekonomi dan stabilitas fiskal nantinya akan menjadi penentu. Apakah reshuffle itu efektif atau justru hanya sekadar make up politik saja.”
“Dari sisi ini, reshuffle perlu dikawal dengan perhatian pada komunikasi publik dan pelaksanaan program strategis,” tandasnya.
Lebih lanjut Nurudin juga berharap, masyarakat tidak buru-buru menarik kesimpulan. Namun tetap kritis dalam memantau perkembangan, agar langkah reshuffle benar-benar menjadi jawaban atas keresahan publik.
Sedangkan Wakil Dekan 1 FISIP Universitas Merdeka Malang, Rochmad Effendy, B.HSc., M.Si., melihat, langkah reshuffle yang diambil Presiden Prabowo, sebagai penegasan arah baru kebijakan ekonomi Indonesia yang ingin lebih mandiri.
Menurutnya, pergantian figur besar seperti Sri Mulyani, membawa semangat nasionalisme dan pesan politik yang kuat.
“Saat ini Presiden Prabowo tengah membangun formasi kabinet yang satu visi dengannya. Terutama soal kesejahteraan rakyat, lewat pemanfaatan aset dalam negeri tanpa harus bergantung pada pinjaman luar.”
“Reshuffle menjadi jawaban atas keresahan soal ekonomi yang dirasa jalan di tempat,” jelasnya.
Reshuffle kali ini, tambahnya, merupakan yang kedua dilakukan oleh Presiden Prabowo. Namun cukup mencolok karena ada keberanian mengganti tokoh besar yang sebelumnya punya posisi yang kuat.
Namun ada catatan, ke depannya jika ada reshuffle lagi, harus ada komunikasi tepat ke masyarakat.
Sementara itu, Ketua Aliansi BEM Malang, Moh. Nur Fazrur Rahman Dalu, menegaskan, meski reshuffle merupakan hak prerogatif presiden, namun publik berhak mempertanyakan apakah keputusan itu memang didasarkan atas evaluasi kinerja yang objektif atau sebatas formalitas politik.
Penggantian Sri Mulyani, menurut Dalu, terlalu berisiko tinggi mengingat rekam jejaknya dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Menurutnya, pengganti yang baru belum menunjukkan kesiapan. Bahkan sempat blunder saat konferensi pers pertamanya.
Namun Dalu juga menilai, reshuffle masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Karena sejumlah kementerian dinilai kurang performanya.
Di antaranya Kemenkop dan Kemenko Polkam yang justru belum tersentuh evaluasi. (Faricha Umami/Ra Indrata)