
SEPAKAT: Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan bersama Kepala BPJS Ketenagakerjaan Malang, Zulkarnain Mahading, menunjukkan MoU UC Jamsostek. Turut menyaksikan, Wali Kota Malang. (Foto: Iwan Irawan/Malang Post)
MALANG POST – Kepala Dinas Ketenagakerjaan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan menjelaskan, dengan adanya usulan tambahan 25 ribu kepesertaan, menjadikan capaian kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di Kota Malang, guna mewujudkan Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (UC Jamsostek), lebih mudah dan cepat.
Saat ini, kepesertaan yang dibiayai APBD dan dana bagi hasil cukai dan cukai tembakau (DBHCHT), tercatat diangka 41 persen. Nantinya akan ditambah kepesertaan dari kelompok pekerja seni, supeltas, ojek online, kelompok tani, Satlinmas, pelaku UMKM, dan banyak lagi pekerja lainnya.
“Mereka ini kami yakini belum dicover oleh perusahaan maupun lembaga atau instansi yang menaunginya.”
“Untuk premi BPJS Ketenagakerjaan kepada pekerja rentan, di 2025 ini disiapkan anggaran dari DBHCHT sebesar Rp5,3 miliar,” jelas Arif di Hotel Ijen Suite Nirwana, Rabu (10/9/2025).
Setiap bulan, jelas Arif, Pemkot Malang melalui anggaran DBHCHT, berkewajiban membayar premi Rp16.800 atas dua jaminan, yakni Jaminan Kematian dan Kecelakaan Kerja. Pada 2026 nanti, pihaknya mengupayakan menambah 25 ribu kepesertaan lagi.
“Tapi masih kami petakan dan evaluasi lagi. Sebab, nilai anggaran DBHCHT yang kita terima bisa jadi tidak sama dengan tahun ini.”
“Payung hukummya sudah tersedia seperti Perwali sekaligus SK Walikota. Pembiayaan preminya by name by address. Kita tinggal mendaftarkan warga Kota Malang yang berhak dibiayai oleh pemerintah,” ucapnya.

PERLINDUNGAN: Disaksikan Wali Kota Malang, Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Sastyaenandatangani MoU peningkatan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di Kota Malang, Selasa (9/09/2025). (foto : Iwan Irawan/Malang Post)
Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri, lanjut Arif, dalam perjalanannya bisa mengalami perubahan. Yakni saat peserta pindah ke mandiri atau ada yang meninggal. Kekosongan itu bisa digantikan dengan usulan nama yang baru, sepanjang yang diusulkan itu, memenuhi persyaratan.
“Yakni tidak sedang ditanggung premi pembayarannya oleh perusahaan dan lembaga atau instansi. Sepanjang warga itu adalah pekerja seperti para pengurus RT atau RW bukan ASN, BUMN dan BUMD atau sejenisnya. Kita bisa mengusulkan untuk dibiayai DBHCHT,” sambungnya.
Jika pada 2026 nantinya diusulkan 25 ribu lagi, kata mantan Lurah Dinoyo ini, kemungkinan angka Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (UC Jamsostek) di Kota Malang mencapai 45 persen. Yang selanjutnya diupayakan terus meningkat, hingga 2045 bisa capai 100 persen.
Pihaknya berharap, jika ada sisa APBD atau DBHCHT, bisa dialihkan untuk meng-cover kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Tahun ini sebesar Rp5,3 miliar, siapa tahu pada 2026 bisa nambah Rp1 miliar.
“Kalau dananya jadi Rp6,3 miliar, jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan pun bisa bertambah. Hal ini tentunya menjadi nilai manfaat dari pada tidak terserap atau menjadi Silpa,” tegas dia.
Di sisi yang lain, Arif juga aka mengusulkan agar warga biasa non pekerja, dapat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan seperti BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah.
“Sejauh ini kami masih belum menemukan aturan tersebut. Kita juga belum membahasnya di Perwali.”
“Tapi akan kami coba usulkan. Bisa jadi nanti bagian dari pemenuhan target 100 persen kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan,” pungkasnya. (Iwan Irawan/Ra Indrata)