
ELEKTRONIK: Petugas saat memungut retribusi pasar menggunakan e-retribusi. Banyaknya pungutan retribusi yang masih manual, membuat DPRD meminta ada audit retribusi. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji, mendesak perlunya audit retribusi pasar se Kota Malang. Pasalnya, pungutan retribusi secara manual, rawan kebocoran akan pendapatan asli daerah (PAD) yang dihasilkan.
“Di Kota Malang ini ada 26 pasar. Kalau setiap pedagang bayar retribusi Rp5.000 saja, setahun sudah mencapai Rp16,5 miliar.”
“Artinya, potensi peningkatan retribusi sangat memungkinkan sekali bisa direalisasikan Diskopindag,” terang Bayu, Rabu (10/9/2025).
Sementara saat ini, Diskopindag mematok target retribusi hanya Rp8,5 miliar pertahun. Jadi perlu dilakukan audit untuk mengantisipasi kebocoran. Juga perlu dilakukan perubahan penarikan retribusi agrnlebih efektif. Seperti menggunakan retribusi elektronik atau e-retribusi.
“Kami monitor pelaksanaan e-retribusi baru di dua pasar. Pasar Klojen dan Oro-Oro Dowo. Kami tidak ingin selisih Rp8 miliar dari potensi retribusi hilang begitu saja. Angka sebesar itu bisa dimanfaatkan untuk perbaikan atau perawatan pasar,” tambah dia.
Pihaknya mendesak kepada ekskutif, untuk melakukan audit independen dengan mengedepankan azaz keterbukaan. Guna memastikan tidak terjadinya potensi kebocoran pada retribusi pasar.
“Audit retribusi tersebut harus melibatkan teman-teman paguyuban atau perkumpulan dari masing-masing pasar. Karena mereka yang lebih memahami wilayahnya.”
“Dengan adanya audit, kami berharap ada perubahan pada sistem pungutannya lewar e-retribusi,” imbuhya.

Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji. (foto : Istimewa)
Wakil Ketua HIPPAMA Pasar Besar Malang, Agus Priambodo, menambahkan, pedagang sudah menunaikan kewajibannya setiap hari dengan baik. Yang disesuaikan dengan kepemilikan luasan lapak atau los, kios maupun bedak.
Untuk PKL ada yang dipungut Rp2.000 dan Rp3.000. Lapak atau los Rp3.000, kios atau bedak Rp5.000. Tinggal pemiliknya memiliki berapa tempat di setiap pasar di Kota Malang ini. Untuk di Pasar Besar, setiap hari pungutan dilakukan Diskopindag.
“Kami estimasikan pencatatan perbulannya sekitar Rp400 juta hingga Rp500 juta.”
“Terus hak kami mendapatkan perbaikan. perawatan maupun pemeliharaannya kapan?”
“Padahal sejauh ini kami menghendaki adanya perbaikan dan perawatan, tapi belum terpenuhi,” ungkap dia.
HIPPAMA menilai, antara hak dan kewajiban pedagang di Pasar Besar Malang, kurang berimbang dengan yang didapat oleh Diskopindag Kota Malang.
Itulah sebabnya, HIPPAMA juga mendesak adanya audit independen terkait pungutan retribusi pasar.
Selain itu, Agus juga menyebut jika HIPPAMA sudah melayangkan surat somasi pertama kepada Wali Kota Malang, pada 25 Agustus 2025.
Karena belum ada tanggapan, dalam minggu ini akan dilayangkan surat somasi kedua.
“Berikutnya kami juga melayangkan surat laporan resmi kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur serta Kejaksaan Agung RI. Berharap aparat penegak hukum (APH) dari Kejaksaan, berkenan turun ke Kota Malang. Guna menyelidiki laporan kami, hingga ditemukan adanya penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang,” bebernya.
Dikonfirmasi terpisah, Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, mempersilakan HIPPAMA bersama LBH dari Muhammadiyah, untuk melayangkan somasi. Pihaknya siap menjawab apa yang menjadi keinginan mereka, melalui Bagian Hukum Pemkot Malang.
“Termasuk desakan adanya audit retribusi pasar, sebenarnya sudah dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara rutin. Apalagi mengenai laporan ke Kejaksaan, itu hak mereka,” jelas Wahyu.
Dijelaskan Pak Mbois, panggilan akrab Wali Kota Malang, capaian retribusi pasar yang belum maksimal, diantaranya karena masih ada pedagang pasar, yang tidak membayar retribusi, karena kondisi ekonomi mereka yang lagi lesu.
“Kami siap buka data sekaligus menjelaskan fakta yang sebenarnya.”
“Kita siap menghadapi somasi dari HIPPAMA. Sebelumnya Wawali pun sudah mengkomunikasikan dengan LBH Muhammadiyah dan sudah jalan,” pungkasnya. (Iwan Irawan/Ra Indrata)