Malang – Maggot adalah larva dari lalat Black Soldier. Diperoleh dari proses biokonversi Palm Kernel Meal. Nama latinnya Hermetia illucens. Biokonversi adalah hasil fermentasi sampah organik, menjadi energi metan yang melibatkan organisme hidup.
Proses fermentasinya dikenal sebagai penguraian anaerob. Organisme yang umumnya berperan pada proses biokonversi adalah: bakteri, jamur serta larva serangga. Fase hidup lalat Black Soldier rerata 7 hari. Lalat ini, hanya minum. Tidak makan apapun. Black Soldier bukan vector penyakit. Tidak sama dengan lalat sampah.
Lalat ini bersih dan bersahabat dengan manusia berdasarkan manfaatnya. Seekor lalat Black Soldier betina mampu menghasilkan 500-900 telur dalam sekali perkawinannya. Kemudian menetas dan menjadi larva.
Larva inilah yang disebut dengan maggot. Dalam sehari, seekor maggot mampu mengkonsumsi makanan dua kali dari berat beban tubuhnya. Makanannya sampah organik, yang selalu menjadi masalah lingkungan. Nah inilah manfaat maggot.
Bisa menekan jumlah sampah organik. Seperti limbah dapur, sisa potongan sayuran, nasi basi dan lainnya. Inilah yang menjadi makanan larva tersebut. Maggot Black Soldier ini, mengandung protein dan asam amino yang lengkap. Sehingga dapat digunakan sebagai sumber pakan alternatif yang baik.
Untuk hewan ternak unggas,ikan serta sebagian hewan peliharaan seperti iguana, burung berkicau dan peliharaan lainnya. Juga mengandung anti jamur serta anti mikroba. Sehingga bila diasup, ikan akan tahan terhadap penyakit jamur dan bakteria. Organ penyimpanan maggot disebut trophocytes. Fungsinya sebagai tempat menyimpan kandungan gizi yang ada di media kultur yang dimakannya.
Potensi maggot sebagai pakan burung ini dicermati oleh Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Ini memicu gagasan pemberdayaan masyarakat. Melalui sistem teknologi pakan berbasis pengembangan budidaya maggot.
Sekalian mereka menjalankan Program Pengembangan Desa Mitra (PPDM). Pelaksanaannya diinisiasi Bustanol Arifin SPd MPd. Bersama dua dosen lain, Drs Amir Syarifuddin MP dan Frendy Aru Fantiro SPd MPd.
Mereka juga menggandeng praktisi pegiat burung. Chang Bird Farm dan Veloved Bird sebagai mitra. Arifin mengatakan, program pemberdayaan masyarakat ini sebenarnya berawal dari Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa UMM.
Saat itulah mereka mengetahui, profesi mayoritas warga Desa Mulyoagung, Kabupaten Malang. Adalah peternak burung. Sebagian juga sudah mengembangkan proses pengolahan maggot sebagai pakan.
Sayangnya, proses pengolahannya masih dilakukan manual. Itu tentunya menyulitkan para peternak burung. Terutama dalam mengolah maggot. Warga butuh waktu yang lama untuk mengolahnya. Selain itu, model pemasarannya juga kurang memadai.
“Berangkat dari hal itulah. Kami melakukan pembaharuan di bidang teknologi. Khususnya dalam pengolahan maggot sebagai pakan burung,” ujar dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tersebut.
Program ini berjalan sejak Agustus hingga Desember 2020. Meski begitu, proses pendampingan dan monitoring tetap dilakukan sampai saat ini. Terutama dalam hal pemasaran produk hasil dari pengolahan.
Serangkaian kegiatan pun dilakukan. Diawali dengan pelatihan budidaya maggot. Proses pengolahan pakan dengan mesin. Serta pelatihan pengemasan dan pemasaran produk.
“Beberapa waktu lalu, kami juga sempat memberikan bantuan mesin pencacah dan mesin pengering kepada warga. Mesin pencacah berguna untuk membantu proses penghalusan bahan baku. Sementara mesin pengering berguna untuk mempercepat proses pengeringan dari empat hari menjadi dua jam saja,” lanjut dosen kelahiran Bondowoso ini.
Arifin berharap, program ini dapat berkembang. Tidak hanya pada budidaya maggot saja. Namun juga pada budidaya pakan lainnya. Lebih jauh lagi, agar bisa menjadi penguat perekonomian rakyat di masa pandemi covid-19.
“Kami juga berkeinginan agar program ini dapat membawa keterampilan baru kepada masyarakat dalam pengelolaan pakan burung. Lebih-lebih dapat membantu perekonomian masyarakat Mulyoagung,” pungkasnya. (roz/jan)