
MALANG POST – Kota Batu makin mantap mengukuhkan diri sebagai kota pertanian dan agrowisata. Bukan sekadar jargon, strategi itu ditopang data konkret. Jeruk siam panen hingga 33.711 ton per tahun terbesar kedua di Jawa Timur. Mawar menyumbang 81,7 juta tangkai per tahun tertinggi se-Indonesia.
Kekuatan inilah yang dibeberkan Wali Kota Batu, Nurochman, saat hadir sebagai narasumber Orientasi Pendidikan (Ordik) Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB). Acara itu diikuti 178 mahasiswa baru program magister dan doktor di Gedung Widyaloka, UB.
“Pertanian hortikultura dan agrowisata adalah pilar utama ekonomi Kota Batu. Keduanya saling menguatkan dan jadi motor kesejahteraan masyarakat,” tutur Cak Nur, Selasa (26/8/2025).
Menurutnya, strategi pembangunan ekonomi Kota Batu tidak bisa dilepaskan dari basis pertanian rakyat. Apalagi, kota yang berada di dataran tinggi itu sejak lama dikenal sebagai penghasil buah, sayur dan bunga unggulan. Dari kebun petani, komoditas pertanian Kota Batu tak hanya menguasai pasar nasional, tapi juga sudah menembus ekspor.
Lewat konsep Cooperative Smart Agriculture Ecosystem (CooSAE), Pemkot Batu menggandeng koperasi multi pihak yang berperan sebagai aggregator ekspor. Skema itu berjalan lebih dulu dibanding program nasional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Hasilnya, produk seperti kentang, wortel, jambu kristal, hingga alpukat Hass kini rutin dikirim ke luar negeri.
“Kalau petani berjalan sendiri-sendiri, sulit masuk pasar ekspor. Tapi lewat kolaborasi, kita bisa mengangkat nilai produk sekaligus membuka akses global,” jelasnya.

KEUNGGULAN: Wali Kota Batu, Nurochman saat memaparkan keunggulan Kota Batu utamanya tentang pertanian dihadapan mahasiswa FP UB. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Strategi itu terbukti manjur. Indikator kesejahteraan Kota Batu menorehkan tren positif. Angka kemiskinan turun menjadi 3,06 persen pada 2024. Lebih rendah dibanding rata-rata Jawa Timur (4,19 persen) dan nasional (4,91 persen). Tingkat Pengangguran Terbuka pun ikut melorot ke 3,63 persen.
Data itu, menurut Cak Nur, menunjukkan bahwa pertanian bukan sektor pinggiran. Justru jadi tulang punggung ekonomi berkelanjutan. Terlebih, pariwisata Kota Batu juga lekat dengan agrowisata. Wisatawan datang bukan hanya menikmati pemandangan, tapi juga merasakan langsung pengalaman memetik apel, jeruk, hingga bunga di kebun.
“Pertanian yang kuat dan pariwisata bernilai tambah adalah kunci. Ini bukan hanya menekan angka kemiskinan dan pengangguran, tetapi juga memperkuat daya tahan sosial-ekonomi bagi generasi mendatang,” katanya.
Lebih lanjut, Cak Nur juga menegaskan bahwa pintu kerja sama terbuka lebar. Selama ini, Pemkot Batu sudah menggandeng 17 perguruan tinggi di Jawa Timur untuk riset, inovasi dan pengembangan teknologi.
“Kota atu ingin menjadi sentra pertanian berkelanjutan. Karena itu, kami butuh ide-ide segar dari kampus,” imbuhnya.
Dengan pondasi pertanian yang kokoh, agrowisata yang terus tumbuh dan kolaborasi erat dengan dunia akademik, menurut Cak Nur, Kota Batu menatap masa depan dengan optimistis. Bukan hanya jadi destinasi wisata populer, tapi juga episentrum pertanian modern yang berkelanjutan. (Ananto Wibowo)