
MALANG POST – Pemerintah Kota Batu berkomitmen untuk meningkatkan nilai jual apel Batu lewat paten.
Karena dengan proses paten apel Batu yang dilakukan, tujuannya untuk melindungi kekhasan apel Batu. Serta memberikan nilai tambah brand apel Batu.
Penegasan itu disampaikan Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Sabtu (23/8/2025) kemarin.
“Tidak dipungkiri, produktivitas apel Batu menurun. Penyebabnya ada banyak hal. Termasuk perubahan iklim dan menurunnya lahan apel,” katanya.
Karena itulah, sebut Heli, Pemkot Batu berencana melakukan revitalisasi apel. Mulai dari melakukan riset varietas apel dan revitalisasi lahan apel.
Pemkot Batu juga akan membangun laboratorium hortikultura dan petani di tahun 2026. Dengan harapan bisa menjawab semua permasalahan pertanian.
Kabid Pertanian Distan KP Kota Batu, Puspa Permanasari, menambahkan, pihaknya sedang berusaha mendaftarkan apel Batu untuk mendapatkan HAKI indikasi geografis (IG), yang spesifik di daerah tertentu.
Kata Puspa, HAKI IG dipengaruhi banyak hal. Mulai dari iklim, jenis tanah, lingkungan dan faktor manusia atau petani apel itu sendiri.
“Jenis tanah akan mempengaruhi rasa dan kualitas apel di satu daerah dengan daerah lainnya.”
“HAKI IG sangat penting untuk menjadi identitas kota yang tidak dimiliki daerah lain dan menambah nilai juga apel Batu,” jelasnya.
Sementara itu, petani apel Batu, Utomo, mendukung rencana Pemkot Batu untuk mendaftarkan HAKI IG apel Batu, untuk meningkatkan nilai jual.
Walaupun saat ini masih ada sejumlah tantangan serius yang dihadapi petani apel Batu. Seperti serangan hama.
Utomo menyampaikan, produksi apel saat ini menurun drastis. Dari 25 ton menjadi hanya 8 ton per lahan.
Penyebabnya, jelas Utomo, karena iklim yang tidak menentu, serangan hama dan kerusakan tanah akibat penggunaan pupuk kimia berlebihan.
Menanggapi situasi ini, Kaprodi Magister Agribisnis FPP UMM, Dr. Ir. Bambang Yudi Ariadi menyampaikan, strategi pengembangan apel mencakup tiga dimensi. Ekonomi, ekologi dan sosial.
Bambang menyarankan diversifikasi pasar, termasuk pengembangan wisata petik apel, penguatan kelembagaan dan koperasi untuk meningkatkan nilai tawar petani. (Anisa Afisunani/Ra Indrata)