
Gambar ilustrasi mental health. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Layanan konsultasi di Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kota Batu ternyata paling sering kedatangan aduan soal kesehatan mental. Hingga pertengahan tahun 2025 ini, dari 30 laporan yang masuk, tujuh di antaranya berkaitan langsung dengan masalah mental health.
Laporannya datang dari berbagai jalur. Ada yang menghubungi call center, dijangkau petugas, bahkan tak sedikit yang datang langsung ke kantor Puspaga. Semua kasus ditangani dengan pendampingan intensif, termasuk dibawa ke psikiater atau dokter.
Konselor Puspaga Kota Batu, Lovita Siregar menyatakan, gangguan yang diderita pun beragam. Mulai dari indikasi anxiety (gangguan kecemasan), skizofrenia, sampai depresi berat.
“Kami mendampingi pemeriksaan baik di psikiater maupun dokter,” tuturnya, Senin (18/8/2025).
Satu kasus bahkan sempat mendapat rujukan ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dr. Rajiman Wediodiningrat Lawang, Kabupaten Malang. Pasiennya, remaja laki-laki 17 tahun, mengalami depresi setelah menjadi korban kekerasan ibunya saat masih berusia empat tahun. Sayangnya, rujukan itu batal dijalankan karena pihak keluarga tak mengizinkan.
“Kalau ini sebenarnya sudah butuh penanganan lanjutan, tapi keluarga menolak. Jadi kami tetap pantau kondisinya,” ujar Lovita.
Tak hanya soal mental health, Puspaga juga menerima enam laporan terkait tumbuh kembang anak. Kasusnya mulai dari speech delay, keterlambatan perkembangan, hingga sekadar konsultasi ringan. Ada pula lima laporan pengasuhan anak, biasanya dari ibu-ibu muda yang masih bingung cara mendidik buah hatinya.
“Kadang mereka cuma butuh didengarkan, diarahkan, atau diberi contoh cara mengasuh yang tepat,” imbuhnya.
Laporan lain yang masuk mencakup Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pelecehan seksual, permasalahan rumah tangga, kekerasan terhadap anak, hingga kehamilan tidak diinginkan. Untuk kasus terakhir ini, Puspaga bahkan mendampingi hingga proses permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama.
Meski ragam kasusnya berwarna-warni, jumlah laporan tahun ini justru turun drastis. Sepanjang 2024, Puspaga menangani 111 kasus. Sedangkan pada periode Januari–Juni 2024 saja, ada 55 kasus masuk. Sedangkan di periode yang sama tahun ini ada sebanyak 30 laporan.
“Meski begitu, angka itu tidak merepresentasikan kondisi di lapangan. Masih banyak yang tidak dilaporkan karena faktor kesadaran dan literasi masyarakat,” terangnya.
Karena itulah, tim Puspaga rutin menggelar sosialisasi, mengajak warga melek isu kesehatan mental dan keluarga. Padahal, SDM mereka terbilang tipis: hanya satu psikolog, satu konselor, satu admin, dan satu koordinator admin. Total empat orang.
Untungnya, mereka kerap mendapat bantuan mahasiswa magang dari kampus-kampus di Malang Raya. “SDM terbatas bukan berarti layanan terbatas. Kami tetap optimalkan semua jalur yang ada,” pungkasnya.