
DISKUSI: Wali Kota Batu, Nurochman bersama Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto saat berdiskusi di sebuah momen. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
MALANG POST – Jagat medsos Kota Batu sempat panas gara-gara isu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P-2) naik gila-gilaan sampai 700 persen. Kabar itu membuat sebagian warga resah, bahkan ada yang langsung waswas bakal keluar duit lebih banyak saat membayar PBB tahun ini.
Merespon isu yang tengah berkembang itu. Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto, buru-buru angkat bicara. Ia mengklaim informasi tersebut jelas-jelas keliru. “Faktanya, rata-rata kenaikan PBB hanya 70,42 persen. Bukan 700 persen,” kata Heli, Jumat (15/8/2025).
Data dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batu menguatkan pernyataannya. Dari total 100.159 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), mayoritas wajib pajak tidak mengalami kenaikan signifikan. Bahkan, 60 persen di antaranya sama sekali tidak naik.
“Yang mengalami kenaikan pun sebagian besar sangat kecil. Sebanyak 28 persen wajib pajak hanya naik 0,01 persen, lalu 10 persen naik 0,02 persen dan cuma 2 persen yang naik 0,04 persen. Jadi, tidak ada cerita sampai ratusan persen,” paparnya.
Heli menambahkan, Pemkot Batu justru mengambil kebijakan yang bikin napas lega. Mulai 2025, tarif PBB telah dipangkas 30 persen dibandingkan tahun 2024. Langkah ini diambil untuk meringankan beban warga sekaligus tetap menjaga keseimbangan penerimaan daerah.
“Kami ingin masyarakat mendapatkan informasi yang benar. Jangan mudah percaya pada kabar yang sumbernya tidak jelas,” pesan Heli.
Ia juga mengimbau agar warga selalu mengecek informasi melalui kanal resmi Pemkot Batu, baik website, media sosial, maupun layanan informasi langsung.
Dengan begitu, warga tak lagi terjebak kabar yang dibesar-besarkan. “Kalau ada yang ragu, tanya langsung ke pemerintah. Jangan sampai gara-gara isu yang salah, suasana jadi panas,” tuturnya.
Sebelumnya, Wali Kota Batu, Nurochman menjelaskan, pemotongan PBB dilakukan melalui penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Contohnya, jika NJOP suatu tanah atau bangunan sebesar Rp1 juta, maka setelah pemotongan 30 persen, NJOP yang dihitung menjadi Rp700 ribu. Nilai PBB terutang kemudian dihitung ulang berdasarkan NJOP yang telah dikurangi tersebut.
“Kami ingin kebijakan ini benar-benar dirasakan masyarakat. Dengan penurunan NJOP, otomatis besaran PBB yang harus dibayarkan juga lebih ringan,” tutur Cak Nur.
Diambilnya kebijakan tersebut, tentunya memiliki konsekuensi terhadap pendapatan daerah. Oleh karena itu, Pihaknya akan menggali potensi pajak dari sektor lain. Seperti pajak restoran, hotel dan penginapan akan menjadi sumber utama untuk menutupi berkurangnya pemasukan dari PBB.
“Kami akan mengoptimalkan penerimaan dari sektor pariwisata, terutama pajak hotel, restoran dan penginapan. Ini langkah strategis agar pendapatan daerah tetap stabil,” urainya.
Pemotongan PBB ini diharapkan dapat membantu masyarakat kecil, sekaligus tetap menjaga keseimbangan keuangan daerah. Pemkot Batu optimistis kebijakan ini dapat berjalan dengan baik, seiring pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. (Ananto Wibowo)