
MALANG POST – Pengibaran bendera one piece, dinilai sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap komitmen negara.
Kata dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang, Abdus Salam, S.Sos., M.Si., pengibaran bendera one piece di beberapa titik, sebagai bentuk kecewa masyarakat terhadap kondisi negara saat ini.
“Banyak janji-janji para politisi yang tidak sesuai dengan realita saat ini. Seperti janji lapangan kerja yang disiapkan negara banyak sekali. Tapi nyatanya sekarang masyarakat masih kesulitan untuk bisa dapat pekerjaan,” katanya saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk, yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Senin (4/8/2025).
Karena itulah, tambahnya, seharusnya pemerintah merespon dengan baik, protes masyarakat dalam bentuk pengibaran bendera one piece ini.
“Tapi ketika masyarakat diam saja, bisa saja kejadian ini akan terulang dalam bentuk lain yang lebih ekstrim,” sebutnya.
Termasuk sudah saatnya pemerintah menjawab, dengan merealisasikan janji-janji untuk masyarakat sebelumnya.
“Seperti pengadaan lapangan kerja yang sifatnya membantu masyarakat di jangka panjang. Jangan justru fokus pada giat yang sifatnya charity, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG),” ujarnya.
Sedangkan untuk menyikapi banyaknya berkibar bendera one piece, Abdus Salam menyebut, pemerintah tidak perlu berlebihan dengan narasi-narasi kekhawatirannya menyikapi ini.
“Masyarakat memanfaatkan momen Agustus ini, yang identik dengan peringatan kemerdekaan Indonesia. Tapi memang nyatanya kemerdekaan itu masih jauh dari realita,” tegasnya.
Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya, Abdul Aziz menambahkan, fenomena ini bukan yang pertama. Kalau melihat sebelum sebelumnya ada beberapa aksi simbolik yang dilakukan.
“Contoh pada 2019 lalu, sempat muncul kelompok yang membuat kaos bertulisan “Ganti Presiden”. Ini sebagai protes dari masyarakat,” tambahnya.
Masyarakat saat ini, ujar Abdul Azis, sedang mencoba untuk sampaikan protesnya yang dirasa anti kritik.
Berbagai macam sudah dilakukan tapi tidak direspon dengan baik oleh pemerintah. Sehingga dengan adanya aksi ini sebagai perlawanan khas. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)