
MALANG POST – Sorak sorai membahana dari GOR Gajahmada Kota Batu. Suasananya penuh haru sekaligus gegap gempita. Menyusul Kejuaraan Paralimpik Kota Batu resmi ditutup dan bukan sekadar seremoni. Lebih dari itu, ini jadi momen bersejarah, babak baru olahraga inklusif di Kota Apel dimulai.
Wali Kota Batu Nurochman turun langsung ke lapangan. Bukan sekadar memberi sambutan. Ia berdiri di antara atlet disabilitas, menyematkan medali, menyampaikan selamat, lalu menatap satu per satu wajah-wajah penuh semangat di hadapannya.
“Ini bukan lomba biasa. Ini tentang keberanian, tentang mimpi yang tak boleh mati. Tahun depan kita gelar Wali Kota Cup, khusus untuk atlet disabilitas,” ujar Cak Nur, Minggu (27/7/2025).
Kejuaraan ini merupakan yang pertama digelar oleh NPCI (National Paralympic Committee Indonesia) Kota Batu. Meski perdana, atmosfernya jauh dari kata sederhana. Lapangan penuh semangat, energi positif mengalir di setiap sudut. Anak-anak difabel berlaga dengan penuh percaya diri, penonton bersorak dan pelatih pun bangga.
“Ini bukan hanya soal olahraga. Ini tentang ruang, tentang pengakuan dan tentang kesempatan,” imbuhnya.

BERI SEMANGAT: Wali Kota Batu, Nurochman saat mengalungkan medali serta memberi suntikan semangat kepada para atlet NPCI Kota Batu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Dalam sambutannya, Wali Kota juga menegaskan dukungan konkret. Fasilitas dan alat latihan untuk atlet disabilitas akan jadi prioritas Pemkot Batu pada tahun anggaran 2026.
“Saya sudah komunikasikan dengan Komisi C DPRD. Kita akan pastikan pengadaan peralatan olahraga yang layak dan sesuai kebutuhan,” tuturnya.
Tak hanya soal alat, kebijakan besar juga sedang disiapkan. Kota Batu, yang sejak awal menegaskan diri sebagai Kota Ramah Anak, kini ingin benar-benar memberi tempat untuk semua, termasuk anak-anak difabel.
“Anak disabilitas bukan warga kelas dua. Mereka warga utama yang layak dapat ruang untuk tumbuh, berkarya dan berprestasi,” tuturnya.
Apresiasi pun disampaikan kepada semua pihak yang telah terlibat. Terutama kepada para orang tua atlet. “Orang tua adalah pelatih pertama. Tanpa cinta dan dukungan mereka, semangat seperti ini tak akan tumbuh sekuat ini,” sebut Cak Nur.
“Yang penting bukan siapa yang tercepat atau terkuat. Tapi siapa yang berani maju dan bertanding. Kalian semua juara,” tambahnya.
Ia menyebutkan, kejuaraan ini menjadi lebih dari sekadar kompetisi. Namun telah menjelma jadi panggung pengakuan, ruang pembuktian dan simbol inklusivitas. Di balik sorak sorai dan medali, ada harapan besar bahwa olahraga tak lagi milik yang sempurna.
“Kini Kota Batu terus menatap masa depan. Kota yang tidak hanya indah pemandangannya, tapi juga hangat pelukannya. Kota yang memberi ruang bukan hanya bagi wisatawan, tapi juga bagi setiap warganya untuk merasa setara dan dihargai,” tutupnya. (Ananto Wibowo)