
MALANG POST – Antusiasme masyarakat terhadap pawai budaya, sebagai bentuk aktualisasi diri. Terlebih di ruang publik yang semakin sempit, dengan jumlah penduduk yang justru semakin naik, perlu ada pengendalian diri.
Karenanya diharapkan adanya giat budaya dengan aktivitas rutin masyarakat, bisa sama sama berjalan.
Sosiolog dari Universitas Muhammadiyah Malang, Prof. Dr. Wahyudi Winarjo M.Si., menegaskan hal tersebut, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Senin (14/7/2025).
“Sebenarnya kalau bicara soal kirab budaya, seperti yang ada di yogyakarta, justru berbeda pertunjukannya. Dengan kondisi yang tenang dan rasa ritual yang terasa, bisa menjadi momen untuk interospeksi diri,” katanya.
Pawai Budaya itu sendiri, lanjut Prof Wahyudi, adalah bagian dari melestarikan budaya. Meski perlu diingat, ketika ini dijalankan ada kepentingan masyarakat lain yang mobile, jadi sama-sama butuh akses.
“Alangkah lebih baik kalau dalam pelaksanaan karnaval itu, juga memastikan akses untuk masyarakat yang ingin mobile. Sehingga kegiatan positif ini tidak merugikan orang lain.
Terkait fungsi jalan itu sendiri, Kabid Lalin Dinas Perhubungan Kota Malang, Muhammad Anis, membenarkan jika bagian jalan itu seharusnya untuk fungsi jalan. Jadi saat digunakan untuk giat lain seperti karnaval sampai adanya tontonan, harus memperhatikan beberapa hal.
“Jika ingin menggunakan akses jalan, seharusnya ada sebagian yang tetap dibuka untuk lalu lalang kendaraan. Kalau ingin menutup total, harus disiapkan jalan alternatif,” jelasnya.
Bahkan kalau kepentingannya untuk sebuah tontonan, lanjut dia, perlu adanya perizinan dari DPMPTSP Kota Malang.
Dengan begitu nanti akan diarahkan soal kesiapan personel pengamanan, sampai alternatif untuk antisipasi kepadatan panjang.
“Apalagi koneksi jalan di Kota Malang sejauh ini masih belum banyak bertambah. Di tengah kondisi tersebut, banyak kelurahan yang ingin melakukan giat budaya di moment yang sama,” katanya.
Sebagai solusi jangka pendeknya, Anis menilai perlu ada kesepakatan untuk melakukan pawai dengan membagi hari. Sayangnya, panitia justru menginginkan kondisi yang ramai.
Sementara itu, Pakar Transportasi, Prof. Dr. Ir. Aji Suraji, ST, MSc. IPU, ASEAN Eng menyampaikan, kegiatan karnaval ini memang bagian dari melestarikan budaya yang setiap tahun selalu ada.
“Tapi melihat dampak yang terjadi seperti lalu lintas yang padat, perlu adanya win win solution.”
“Lebih baik karnaval atau pawai budaya, tidak memanfaatkan jalan nasional, karena penggunaanya lintas antar kota, sehingga pergerakan dan kecepatan kendaraan juga tinggi,” ujarnya.
Prof Aji menambahkan, kalaupun harus menggunakan jalan utama, perlu ada alternatif yang memang kapasitasnya selevel. Sehingga tidak sampai mengakibatkan kemacetan yang mengganggu. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)