
Jubir Banggar DPRD Kota Malang, Lelly Thresiyawati membacakan laporan Banggar soal Ranperda LPJ 2024. Menyoroti aset dan Silpa di rapat paripurna DPRD, Senin (7/07/2025). (foto : Iwan Irawan/Malang Post)
MALANG POST – Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat menyampaikan mengenai dua sorotan mencolok, dalam rapat paripurna DPRD Kota Malang, Senin (7/7/2025). Yakni aset dan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) tahun anggaran 2024.
Soal banyaknya aset milik Pemkot Malang, hingga 51 persen yang belum bersertifikat, Wahyu menyebut terkendala pada tahapan dan antrian panjang di Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
“Kedua, terkendala dengan anggaran. Ketiga, terkendala prosedur penyelesaian sertifikatnya secara bertahap dan wajib terpenuhi segala persyaratan dan kelengkapannya.”
“Untuk melengkapinya, kami mesti berproses di lapangan. Jadi semuanya berproses dan bertahap dalam menyelesaikan sertifikatnya,” jelas Wahyu Hidayat.
Namun demikian, pihaknya akan terus berupaya mentargetkan penyelesaian sertifikat dalam beberapa tahapan. Paling tidak, penyelesaian 8.000 lebih sertifikat tersebut, akan selesai dalam kurun waktu lima tahun masa kepemimpinannya.
“Kami akan perintahkan kepada Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Malang, agar terus melakukan koordinasi dengan BPN, dengan tetap mengikuti perkembangan regulasi. Harapan kami pada tahun 2025 ini, ada peningkatan jumlah sertifikat milik Pemkot Malang,” imbuhya.
Sedangkan terkait Silpda di APBD 2024 yang mencapai Rp204 miliar, alumni ITN Malang ini menyebut ada beberapa alasan mendasar terjadinya Silpa yang cukup besar. Meski sebenarnya Silpa tersebut ada tren penurunan.
“Kami akan evaluasi terjadinya Silpa tersebut. Tapi paling mendasar adalah adanya regulasi, yang mengakibatkan kami belum bisa merealisasikan penyerapannya.”
“Sedangkan yang berkaitan dengan regulasi penyerapan anggaran DBHCHT, karena ada ketentuan dari pusat ada, sehingga kami belum bisa menyerap lebih maksimal,” terang dia.
Di tempat sama, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita menanggapi soal aset dan Silpa Pemkot Malang dinilai kurang berjalan dengan bagus, harus ada diskresi dari pusat.
“Pemanfaatan DBHCHT itu berpegangan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) setiap akan menggulirkannya. Jadi perlu dikonsultasikan skemanya seperti apa.”
“Kita juga memilih porsi lebih besar penyerapannya. Seperti memenuhi kebutuhan BPJS Kesehatan melalui Universal Health Coverage (UHC),” ujar Mia panggilan akrabnya.
Apalagi peruntukan DBHCHT kepada buruh pabrik rokok. Mia melihat keberadaan pabrik rokok di Kota Malang, yang jumlahnya tidak terlalu banyak, diharapkan bisa diusulkan penyerapan yang lebih banyak untuk BPJS Kesehatan melalui UHC.
Sedangkan menyangkut 51 persen aset Pemkot Malang belum tersertifikatkan, pihaknya merekomendasikan agar Pemkot melakukan pemetaan tingkat kesulitan dan kekurangan persyaratan administrasinya. Agar memudahkan menginvestasir pelaksanaan sertifikat di BPN.
“Kami berharap Pemkot punya target penyelesaian sertifikat setiap tahunnya. Agar angka aset terus menurun hingga zero.”
“Tingkat kesulitannya seperti apa, Pemkot juga harus segera membahasnya. Pihak-pihak terkait mana yang perlu diajak bicara. Hal ini untuk melancarkan tahapan penyelesaian aset agar bisa disertifikatkan keseluruhan,” pungkasnya. (Iwan Irawan/Ra Indrata)