
MALANG POST – Kota Batu tampaknya tak mau sekadar jadi kota wisata. Di tangan Wali Kota Nurochman, pertanian justru jadi amunisi utama untuk menatap masa depan. Dua negara maju sudah diajak kolaborasi, pertama Belanda kini giliran Jepang.
Targetnya, petani Kota Baru naik kelas dan pertanian makin canggih. Di ruang kerja Wali Kota Batu, berlangsung pertemuan yang mungkin bakal jadi titik balik bagi wajah pertanian Kota Batu. Tamu penting datang dari Negeri Sakura, Tim Ahli Shimonoseki City University, Jepang.
Kedua pihak langsung bicara serius. Tentang smart farming, teknologi Jepang, rantai pasok dan bagaimana semua itu bisa ditanamkan di lahan pertanian Kota Batu.
Cak Nur menyambut dengan semangat. Dia sadar betul Kota Batu bukan sekadar kota apel atau wisata alam. Batu adalah rumah bagi ribuan petani.
“Mayoritas masyarakat kami bergantung pada pertanian. Jadi tidak boleh ada trade-off antara pariwisata dan pertanian. Harus bisa jalan bersama,” ujar Cak Nur.
Kedua pihak sepakat untuk segera menindaklanjuti kerjasama ini dengan penyusunan rencana aksi konkret, termasuk pelatihan petani, pertukaran teknologi dan pengembangan pasar ekspor.
“Kami berharap kerjasama ini dapat mengantarkan pertanian Kota Batu menjadi yang terdepan di ASEAN bahkan dunia,” ujarnya.

HASIL TANI: Wali Kota Batu, Nurochman saat mengenalkan hasil pertanian Kota Batu kepada Tim Ahli Shimonoseki City University, Jepang. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Sementara itu, Kepala tim dari Jepang, Mr. Shinji Okazaki, juga tak kalah antusias. Dia menyebut Kota Batu punya potensi besar sebagai pusat pertanian dataran tinggi di Asia Tenggara.
“Kami (Jepang.red) ingin berbagi sistem pertanian modern. Mulai dari teknologi, manajemen rantai pasok, sampai edukasi petani,” katanya.
Sebelum Jepang mengunjungi lantai lima Kota Among Tani tamu dari Eropa Barat telah datang duluan. Yakni delegasi dari Westland City, Belanda, dipimpin oleh Mr. Ivo Meijer. Pertemuan ini lanjutan dari agenda Economic Mission Belanda-Indonesia yang digelar sebelumnya di Jakarta.
Westland bukan kota sembarangan. Di dunia pertanian, nama ini harum sebagai pusat teknologi agrikultur canggih. Mereka datang ke Kota Batu, membawa tawaran kerjasama yang sangat menggoda.
Teknologi pertanian, hidroponik, smart greenhouse, dan transfer pengetahuan jadi pembahasan utama. Ada juga rencana pertukaran petani muda, studi banding, hingga kemungkinan investasi agroindustri.
“Kami sangat terbuka untuk berbagi. Kota Batu punya iklim dan sumber daya alam luar biasa. Harusnya bisa jadi pusat pertanian inovatif di Indonesia,” kata Cak Nur.
Tak hanya bicara, delegasi Belanda diajak melihat langsung lapangan. Mereka berkunjung ke Padda Coffee di Tulungrejo, lalu menyusuri ladang wortel di Sumberbrantas, Kecamatan Bumiaji.
Dalam diskusi dengan Belanda itu, muncul satu benang merah masa depan pertanian Kota Batu ada di tangan petani muda. Cak Nur menyebut inisiatif CooSAE (Cooperative of Smart Agriculture Ecosystem) sebagai wadah untuk melibatkan generasi muda dalam dunia tani. Lewat pelatihan, kolaborasi dan jaringan sosial, petani muda akan jadi pionir pertanian cerdas.
Misi dagang itu memang dibalut agenda bisnis. Tapi lebih dari itu, ini adalah pertaruhan masa depan. Bahwa Kota Batu tak hanya hidup dari wisata dan apel. Tapi juga dari ladang yang digarap cerdas, teknologi yang tepat guna dan petani muda yang bangga bertani. (Ananto Wibowo)